TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah survei oleh EU Kids Online Survey 2020, maupun SEJIWA, KPIA, UNICEF, APJII maupun laporan yang diterima Polda Metro Jaya menunjukkan kenaikan kasus perundungan di media sosial (cyberbullying) yang banyak dialami oleh usia remaja. Cyberbullying adalah kondisi di mana seseorang merasa tidak nyaman terhadap komentar/informasi/gambar foto yang ditujukan kepadanya, yang bertujuan menyakiti, intimidasi, menyebar kebohongan, dan menghina, yang diunggah di internet, media sosial, atau teknologi digital lain, yang dilakukan oleh orang lain.
"Sebanyak 45 persen dari 2,777 anak muda usia 14-24 tahun pernah mengalami cyberbullying, menurut survei UNICEF U-Report 2021," kata psikolog Anna Surti Ariani dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia.
Menurut Anna, alasan orang melakukan cyberbullying adalah ingin merasa kuat, harga diri rendah, kurang berempati, ingin populer, dan tidak sadar akan dampak yang ditimbulkan. Ia membagikan beberapa ciri orang yang terdampak cyberbullying. Pertama adalah kecenderungan untuk menarik diri, mudah emosi, cenderung pendiam, dan tidak mau bersosialisasi.
"Kedua mengganti akun media sosial dan ketiga tidak lepas dari gawai, kehilangan minat melakukan kegiatan lain," tambahnya.
Anna membagikan cara mencegah anak menjadi korban cyberbullying. Pertama membatasi waktu dengan jadwal dan durasi tertentu.
"Selanjutnya, memberikan edukasi terkait apa itu cyberbullying. Ketiga, membatasi konten dan aplikasi pada gawai. Dan keempat, menjadi contoh dalam berperilaku digital yang baik," katanya.
Pendiri Yayasan Sejiwa, Diena Haryana, mengatakan media daring memberikan dampak terhadap beberapa kasus yang dialami anak, seperti ketergantungan gawai, cyberbullying, eksploitasi seksual, serta penipuan daring.
"Dampaknya bisa sangat besar, membekas hingga jangka panjang karena rasa malu yang ditimbulkan mengingat postingan buruk terhadap dirinya telah disaksikan ribuan orang netizen," kata Diena. "Akibatnya sangat membahayakan, bukan hanya sebatas malu dan depresi bahkan hingga tindakan bunuh diri. Sayangnya, banyak korban yang lebih memilih diam, tidak mengadukan kasus yang menimpanya, sehingga pada akhirnya mengganggu pertumbuhan jiwa."
Namun, ia mengatakan ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak buruk cyberbullying. "Sebagai teman, kita memberi dukungan untuk mendengarkan masalah yang dihadapi, menyemangati, dan dapat mengajaknya untuk melaporkan kepada guru atau orang tua. Kita juga dapat mengkonter informasi negatif dengan memberikan komentar positif tentang sahabat kita," kata Diena.
"Sebagai orang tua, kita arahkan anak untuk memblok pelaku dan melaporkan ia melakukan media sosial. Kita juga dapat mengalihkan anak dari media sosial melalui kegiatan lain, seperti hobi, berlibur, maupun hal-hal kreatif lain. Bila sudah semakin parah dampaknya, segera konsultasikan anak kepada ahlinya untuk mendapat tindakan terbaik," tambahnya.
Baca juga: Cyberbullying Lebih Kejam dari Perundungan Fisik, Ini Sebabnya