TEMPO.CO, Jakarta - Adaptasi kenormalan baru merupakan salah satu langkah untuk melindungi kesehatan jiwa di tengah pandemi COVID-19. Tujuannya tentu saja normalisasi kehidupan. Begitu kata spesialis kedokteran jiwa dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr. Kristina Siste Kurniasanti.
"Lakukan normalisasi kehidupan, memang keadaan banyak berubah tapi inilah yang dianggap normal," katanya.
Siste mengatakan hal pertama yang bisa dilakukan adalah memulai hari dengan sesuatu yang santai. Beri semangat untuk diri sendiri dan suntik energi positif dengan cara tersenyum.
"Latihan fisik, tidur cukup dan makan yang sehat serta beribadah," ujarnya.
Kemudian, kenali diri dan ukur kekuatan diri sendiri. Setiap orang punya batasan yang berbeda jadi jangan paksakan diri untuk mengikuti aktivitas orang lain. Anda juga dapat mengambil jeda dari rutinitas, meningkatkan sisi kreatif, dan mengelola stres. Cintailah diri sendiri demi kesehatan jiwa selama pandemi COVID-19, lalu mengelola stres, salah satunya dengan menulis catatan harian.
Lakukan hobi dan aktivitas baru yang menyenangkan, hindari rokok, alkohol, dan narkoba serta jaga komunikasi dengan orang terdekat.
"Saya selalu menyarankan tidak menggunakan chating, tetapi menggunakan video call sehingga ada kedekatan emosional," katanya.
Dia juga menekankan pentingnya menyantap makanan sehat, olahraga cukup dan teratur, serta membuat prioritas dan mengikuti jadwal harian yang teratur. Siste menjelaskan COVID-19 sangat mempengaruhi kesehatan jiwa. Masalah kesehatan yang menimpa batin selama pandemi dapat berupa kecemasan, depresi, krisis bunuh diri, juga kecanduan.
"Ada yang sebelumnya sudah sembuh mengalami re-admisi kembali pada masa pandemi ini," ujarnya.
Masalah kesehatan mental ini dipicu oleh angka mortalitas COVID-19 yang tinggi, menimbulkan kekhawatiran apakah diri sendiri dan orang-orang tersayang di sekeliling bisa juga terkena infeksi.
"Pemicu lain adalah hoaks tentang COVID-19, khawatir ke layanan kesehatan, stigma dan diskriminasi," jelasnya.
Trauma akibat kehilangan orang terdekat akibat COVID-19 pun dapat menjadi penyebab masalah kesehatan mental. Dia menuturkan satu dari lima orang di Indonesia mengalami kecemasan selama pandemi COVID-19.
Orang yang paling tinggi risiko mengalami kecemasan adalah perempuan muda, orang yang dicurigai menderita COVID-19, serta yang kekurangan dukungan sosial. Sementara itu, tenaga medis umumnya memiliki risiko yang lebih rendah karena rata-rata telah memiliki pengetahuan seputar COVID-19.
Baca juga: Cegah Bunuh Diri dengan Peka Melihat Tanda