TEMPO.CO, Jakarta - Masalah ginjal yang dialami penderita diabetes bukan disebabkan obat melainkan gula darah yang tak terkontrol. Begitu kata dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Prof. DR. dr. Sidartawan, SpPD-KEMD, FINASIM.
"Sebetulnya yang merusak ginjal itu kalau diabetes tidak terkontrol. Kalau gulanya tinggi terus terjadi kerusakan dan kalau sudah rusak maka tidak bisa balik," katanya dalam media gathering bertajuk "Cegah Dini Komplikasi Ginjal Pada Penjuang Diabetes", Selasa,16 November 2021.
Menurut Sidartawan, hingga saat ini pasien diabetes yang berkonsultasi ke dokter kerap menyatakan ketakutan pada obat. Sebagian berpendapat, obat merusak ginjal. Dia tak menampik memang ada obat-obatan tertentu yang tidak bisa dikonsumsi pasien bila ginjalnya bermasalah. Oleh karena itu, dokter biasanya akan memeriksa kondisi keseluruhan organ pasien seperti jantung dan ginjal untuk menentukan obat yang sebaiknya diberikan.
"Tergantung fungsi ginjal, ada obat yang boleh diberi dan tidak boleh," jelasnya, menambahkan seringkali pasien tidak tahu terkena diabetes.
Hal senada juga diungkapkan spesialis penyakit dalam konsultan ginjal dan hipertensi dari Universitas Indonesia, dr. Tunggul D Situmorang, SpPD-KGH, FINASIM. Dia juga menegaskan penyebab rusaknya ginjal pada pasien diabetes bukan obat melainkan tidak dicapainya target pengendalian gula darah.
"Penyebab utama gagal ginjal, bahkan sampai cuci darah, adalah hipertensi dan diabetes yang tidak terkontrol," tuturnya.
Tunggul mengatakan hipertesi dan diabetes bisa muncul bersamaan. Sekitar dua dari tiga pasien yang harus cuci darah disebabkan diabetes dan hipertensi.
"Kalau bisa dicegah secara dini, bisa dikendalikan gula darah dengan baik. Kalau ada hipertensi dikendalikan dengan baik, maka kita akan bisa mencegah tidak gagal ginjal atau minimal memperlambat tidak sampai cuci darah," pesan Tunggul.
Baca juga: Cek Fakta Seputar Asam Urat, Betulkah Hanya Terjadi Pada Pria?