TEMPO.CO, Jakarta - Demensia adalah menurunnya kemampuan otak untuk melakukan fungsi dasar seperti berpikir, mengingat, berbicara dan membuat keputusan. Spesialis saraf dr. Ruth Mariva Sp.S mengatakan untuk mencegah demensia berat pada orang lanjut usia (lansia) pihak terkait, terutama keluarga, perlu memperkuat deteksi sejak dini.
"Mengelola demensia pada lansia ini penting dilakukan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan deteksi dini pada lansia guna mencegah pemburukan," ujar Ruth.
Ia mengatakan melalui deteksi dini mengenai gejala-gejala penurunan fungsi otak akibat menurunnya zat Asetilkolin pada sel otak akibat pertambahan usia akan mencegah gejala berat demensia.
"Saat ini angka harapan hidup manusia semakin tinggi dan jumlah lansia semakin banyak. Total 80 persen lansia pasti memiliki kormobid, salah satunya penurunan zat Asetilkolin pada sel otak yang memiliki fungsi penting di sistem saraf pusat dalam proses menangkap memori, jadi jangan anggap remeh gejala kepikunan," jelasnya.
Menurutnya, selain melakukan deteksi dini perlu juga menjauhkan lansia dari faktor risiko serta memaksimalkan otak.
"Kelola faktor risiko yang akan mempengaruhi perkembangan penyakit, harus memaksimalkan fungsi otak, serta yang paling penting adalah cukup beristirahat 6 sampai 8 jam sehari. Bila kurang tidur akan mempercepat kepikunan," ucapnya.
Dia melanjutkan, ada 10 tanda peringatan awal munculnya demensia pada lansia, yakni sering lupa hal baru, kesulitan melakukan aktivitas keseharian, sulit berbahasa, suasana hati dan perilaku cepat berubah, kesulitan berpikir.
"Selanjutnya disorientasi waktu dan tempat, sering tersesat di lingkungannya, salah meletakkan barang, kemampuan penilaian menurun, perubahan kepribadian, dan kehilangan inisiatif," tambahnya.
Ia mengatakan, demensia terbagi tiga stadium dan membutuhkan waktu 5-7 tahun untuk mengalami stadium berat. "Butuh waktu 5 sampai 7 tahun untuk stadium akhir, jadi untuk sehat alangkah baiknya berupaya mencegah dengan berpikir positif, menjaga kesehatan dan pola hidup, daripada mengobati," ujarnya.
Baca juga: Macam Kebiasaan yang Bisa Merusak Otak