TEMPO.CO, Jakarta - Keterampilan orang untuk bersosialisasi berkurang padahal ini dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan berempati dan bersosialisasi. Psikolog klinis fungsional RSUP Dr. Sardjito, Indria Laksmi Gamayanti, mengatakan kemampuan berempati dan bersosialisasi pada anak-anak perlu diasah untuk meminimalisir dampak negatif dari digitalisasi.
Terlebih, digitalisasi di masa pandemi menjadikan pertemuan tatap muka sebagai sesuatu kelaziman sehingga orang menjadi lebih nyaman dengan situasi yang serba bisa digital dan tidak mengharuskan bertemu secara langsung dengan orang lain. Menurut Gamayanti, banyak anak-anak yang mengalami berbagai keluhan akibat perubahan proses pembelajaran menjadi daring. Hal tersebut juga ditemukan oleh Satgas IPK Indonesia untuk penanggulangan COVID-19.
“Banyak anak yang cemas, harus menyesuaikan diri, terlebih untuk anak-anak berkebutuhan khusus, mereka sulit sekali untuk menyesuaikan diri dengan sistem belajar online,” tuturnya.
Sebagai psikolog klinis, pihaknya mengatakan telah membuat sejumlah upaya untuk menjawab permasalahan tersebut, seperti melakukan konseling melalui orang tua dan guru serta melakukan terapi secara langsung pada anak-anak, baik secara daring maupun luring.
“Walaupun terpaksa online, kita bisa mengajak beberapa remaja untuk berdiskusi bersama kemudian dipandu sehingga mereka juga bisa menceritakan pengalaman dan bermain bersama secara daring,” katanya.
Baca Juga:
Meski demikian, ia juga mendorong agar anak-anak ini dapat melakukan aktivitas-aktivitas luar ruangan yang lebih banyak dengan mengikuti protokol kesehatan sehingga proses tumbuh kembang anak tidak terganggu.
“Bagaimana pun juga keterampilan untuk bersosialisasi secara langsung ini juga menjadi lebih penting dan akan berkembang menjadi lebih banyak ketika bertemu langsung, empati juga lebih terasah,” ujar Gamayanti.
Psikolog klinis dan forensik Adityana Kasandravati Putranto mengatakan situasi pandemi memang telah menghadang aktivitas tatap muka dan mengharuskan anak-anak berinteraksi melalui gawai, ditambah hanya berdiam diri di dalam rumah. Meski demikian, orang tua juga dapat mendorong anak-anak untuk melakukan permainan yang bersifat sportivitas, seperti olahraga, atau permainan serta budaya lokal yang mengandung nilai-nilai sosial sehingga kemampuan berempati dan bersosialisasi dapat terasah.
“Anak-anak bisa mengembangkan kemampuan empati itu juga bergantung apa yang dia lihat sepanjang masa kehidupan,” tutur psikolog lulusan Fakultas Psikologi UI itu.
Baca juga: Apa Itu Sosiopat? Kenali Karakteristiknya