Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Penurunan Kognitif sampai Demensia, Ini Sebabnya

Reporter

image-gnews
Ilustrasi otak. Pixabay
Ilustrasi otak. Pixabay
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah penelitian mengidentifikasi beberapa faktor yang menentukan apakah orang lebih atau kurang mungkin untuk mengembangkan gangguan kognitif ringan. Temuan ini mungkin dapat memberi petunjuk mengenai siapa yang lebih mungkin mengembangkan demensia.

Para peneliti dari Universitas Columbia melakukan pengamatan pada 2.903 orang berusia 65 tahun atau lebih dan melacak fungsi otak mereka selama sembilan tahun. Gangguan kognitif ini didiagnosis dengan memberikan tugas memori dengan melihat apakah mereka melaporkan kesulitan saat melakukan tugas sehari-hari, seperti menggunakan telepon, dan belum didiagnosis demensia.

Melansir weforum.org, pada awal penelitian, semua peserta memiliki fungsi otak yang normal. Enam tahun kemudian, 1.805 peserta memiliki fungsi kognitif yang normal, 752 memiliki gangguan kognitif ringan, dan 301 mengalami demensia. Para peneliti kemudian menindaklanjuti kelompok dengan gangguan kognitif selama tiga tahun.

Sayangnya, beberapa peserta tidak dapat ditindaklanjuti sehingga para peneliti hanya dapat mengamati 480 orang dari kelompok dengan gangguan kognitif ringan. Sementara 142 orang masih memiliki gangguan kognitif ringan, mereka menemukan 62 orang dari kelompok ini sekarang menderita demensia.

Selain itu, para peneliti juga menemukan 276 orang tidak lagi memenuhi kriteria untuk gangguan kognitif ringan, yang menunjukkan kepada kita gangguan kognitif ringan tidak selalu permanen dan menyebabkan demensia. Dari penelitian ini, mari kita lihat faktor-faktor yang terkait dengan risiko yang lebih rendah terkena gangguan kognitif ringan.

Pendidikan
Waktu yang dihabiskan dalam pendidikan ternyata menjadi salah satu faktor yang menurunkan risiko gangguan kognitif ringan. Orang yang memiliki rata-rata 11,5 tahun dalam pendidikan, 5 persen lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan gangguan kognitif ringan bila dibandingkan dengan yang hanya menghabiskan waktu selama 10 tahun pendidikan.

Studi ini tidak membedakan jenis pendidikan seperti sekolah atau pendidikan tinggi. Satu teori untuk hubungan ini adalah karena waktu yang lebih lama dalam pendidikan terkait dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi, yang berarti orang memiliki akses yang lebih baik ke gaya hidup yang lebih sehat dan perawatan kesehatan yang lebih baik.

Sementara itu, teori lain adalah pendidikan membantu otak membangun lebih banyak neuron dan koneksi, yang membantu otak mempertahankan fungsinya dengan baik. Ini dapat membantu otak mengkompensasi setiap perubahan yang mungkin terjadi sebagai akibat dari gangguan kognitif ringan, seperti kehilangan daya ingat.

Aktivitas santai
Orang yang lebih aktif secara fisik atau sosial memiliki risiko yang sedikit lebih rendah mengalami gangguan kognitif ringan. Untuk mengukur seberapa sosial atau aktif partisipan, peneliti meminta mereka untuk mengisi kuesioner tentang aktivitas yang dilakukan dan seberapa sering melakukannya, seperti jalan-jalan atau pergi ke bioskop.

Setelah itu, peneliti memberikan peserta skor dari 13. Semakin tinggi skor, maka semakin aktif peserta tersebut. Mereka yang tidak memiliki gangguan kognitif ringan mendapat skor rata-rata 7,5 sedangkan yang memiliki gangguan kognitif ringan mendapat skor sedikit lebih rendah, yaitu 7,4. Orang dengan demensia mendapat skor rata-rata 5,8.

Studi sebelumnya juga menunjukkan aktivitas intensitas sedang selama paruh baya atau lansia dapat mengurangi risiko gangguan kognitif ringan. Efek perlindungan olahraga dapat dijelaskan dengan perubahan struktural yang menguntungkan, yang terjadi di otak sebagai hasil dari olahraga. Bukti yang berkembang juga menunjukkan bersosialisasi dapat membantu menjaga kesehatan otak dan menurunkan risiko kematian dini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penghasilan
Orang yang memiliki pendapatan lebih dari USD 36.000 per tahun memiliki peluang 20 persen untuk mengalami gangguan kognitif ringan dibandingkan dengan yang berpenghasilan kurang dari USD 9.000 atau sekitar Rp 126 juta setahun. Pendapatan mungkin terkait dengan risiko penurunan kognitif yang lebih rendah untuk alasan yang sama seperti pendidikan karena orang dengan pendapatan lebih tinggi lebih mampu membayar perawatan kesehatan yang lebih baik dan memiliki gaya hidup yang lebih baik pula.

Selain itu, mereka mungkin juga tinggal di daerah dengan lingkungan yang baik, di mana banyak bukti yang menunjukkan polusi juga dapat dikaitkan dengan kondisi seperti penyakit Alzheimer dan Parkinson.

Para peneliti dari Universitas Columbia juga mengidentifikasi beberapa faktor yang terkait dengan risiko lebih besar terkena gangguan kognitif ringan, termasuk:

Genetika
Kehadiran alel AP0E E4, salah satu dari dua atau lebih versi gen, ditemukan meningkatkan risiko pengembangan gangguan kognitif ringan sebesar 18 persen. Temuan ini sejalan dengan bukti sebelumnya, yang juga menunjukkan alel ini dapat meningkatkan risiko demensia.

Orang dengan AP0E E4 sekitar tiga kali lebih mungkin mengembangkan penyakit Alzheimer dibandingkan yang memiliki varian gen AP0E yang berbeda. Varian ini diperkirakan membuat orang lebih mungkin mengakumulasi deposit protein beracun di otak, yang merupakan ciri dari penyakit Alzheimer. Peneliti juga berpikir gen ini hanya menyebabkan kerusakan pada yang berusia lebih tua.

Kondisi kesehatan yang mendasari
Berdasarkan temuan para peneliti Universitas Columbia, orang dengan satu atau lebih kondisi kesehatan kronis, seperti penyakit jantung, depresi, atau diabetes memiliki risiko 9 persen lebih besar terkena gangguan kognitif ringan. Mengalami beberapa kondisi kesehatan mungkin membuat orang menjadi kurang terlibat dalam kegiatan sehari-hari atau kehidupan sosial.Kedua hal ini bisa mempercepat penurunan kesehatan otak.

Kondisi lain, seperti penyakit jantung juga diketahui meningkatkan risiko penurunan kognitif. Studi ini mengingatkan kita gangguan kognitif ringan tidak selalu merupakan awal dari demensia. Bahkan, beberapa peserta penelitian yang memiliki gangguan kognitif ringan akhirnya bisa kembali mendapatkan fungsi otak yang normal.

Meskipun belum diketahui secara pasti mengapa, tetapi perubahan gaya hidup setelah diagnosis mungkin sangat membantu. Otak kita dinamis dan menjaganya tetap aktif sepanjang hidup merupakan hal penting agar otak dapat berfungsi dengan baik. Meskipun ada beberapa faktor risiko seperti genetik yang tidak bisa diubah, tetap aktif dan menerapkan pola hidup sehat mungkin merupakan salah satu cara untuk menurunkan risiko gangguan kognitif ringan dan demensia.

Baca juga: Penyakit Demensia Bukan Mutlak Milik Lansia, Anda Pun Bisa Menderita Karenanya

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


10 Kebiasaan yang Bisa Menurunkan Fungsi Otak

1 hari lalu

Ilustrasi otak. medicalnews.com
10 Kebiasaan yang Bisa Menurunkan Fungsi Otak

Semua kebiasaan ini bukan menjadi hal menakutkan karena bisa diubah dengan pola hidup sehat.


Sering Lupa? Lakukan 5 Tips Berikut untuk Meningkatkan Daya Ingat

1 hari lalu

Ilustrasi orang lupa
Sering Lupa? Lakukan 5 Tips Berikut untuk Meningkatkan Daya Ingat

Dengan menerapkan tips-tips ini dalam kehidupan sehari-hari, Anda dapat meningkatkan daya ingat Anda dan mengurangi kecenderungan untuk lupa.


Tidak Selalu Buruk, Berikut 5 Manfaat Lupa untuk Kerja Memori Otak

1 hari lalu

Ilustrasi orang lupa
Tidak Selalu Buruk, Berikut 5 Manfaat Lupa untuk Kerja Memori Otak

Lupa ternyata memiliki manfaat penting untuk kesehatan otak dan kreativitas Anda.


Memahami Tahapan Alzheimer, pada Usia Berapa Biasa Terserang?

2 hari lalu

Ilustrasi demensia/Alzheimer. Wisegeek.com
Memahami Tahapan Alzheimer, pada Usia Berapa Biasa Terserang?

Meski biasanya dialami lansia atau usia 65 tahun ke atas, orang yang lebih muda juga bisa kena Alzheimer. Kenali tahapannya agar waspada gejalanya.


Stimulasi Kognitif Terbanyak Bantu Lindungi Otak dari Masalah Daya Ingat

3 hari lalu

Ilustrasi dosen sedang mengajar. shutterstock.com
Stimulasi Kognitif Terbanyak Bantu Lindungi Otak dari Masalah Daya Ingat

Pekerjaan paling umum dengan tuntutan kognitif tertinggi yang bantu lindungi otak dari masadalah daya ingat adalah mengajar.


Pola Makan yang Perlu Diperhatikan Pasien Parkinson

5 hari lalu

Ilustrasi makanan sehat. (Canva)
Pola Makan yang Perlu Diperhatikan Pasien Parkinson

Sejumlah hal perlu diperhatikan dalam pola makan penderita Parkinson, seperti pembuatan rencana makan. Berikut yang perlu dilakukan.


Dari Tumor hingga Henti Jantung, Inilah Sederet Istilah Medis yang Kerap Disalahpahami

6 hari lalu

Ilustrasi tumor mata
Dari Tumor hingga Henti Jantung, Inilah Sederet Istilah Medis yang Kerap Disalahpahami

Banyak istilah medis yang sering dipahami dengan keliru. Berikut di antaranya.


Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

7 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

Jurnal terindeks Scopus menjadi salah satu tujuan para peneliti di Indonesia untuk mempublikasikan artikel ilmiah atau penelitiannya, bagaimana cara menulis artikel ilmiah yang terindeks scopus?


4 Bumbu Dapur Sahabat Kesehatan Otak dan Penangkal Alzheimer

8 hari lalu

Ilustrasi bumbu lada hitam. REUTERS
4 Bumbu Dapur Sahabat Kesehatan Otak dan Penangkal Alzheimer

Salah satu metode efektif untuk meningkatkan kesehatan otak dan mencegah penyakit Alzheimer adalah dengan mengonsumsi makanan yang baik buat otak.


Monash University Gelar World Health Summit, Demam Berdarah Hingga Penelitian Soal Obat Jadi Bahasan

15 hari lalu

Associate Professor Henry Surendra sebelumnya membahas kesenjangan pandemi dan kematian akibat Covid-19 di Indonesia/Monash University
Monash University Gelar World Health Summit, Demam Berdarah Hingga Penelitian Soal Obat Jadi Bahasan

World Health Summit akan pertama kali digelar di Monash University. Ada beberapa tema yang akan dibahas oleh peneliti, salah satunya, demam berdarah