TEMPO.CO, Jakarta - Tidur adalah aktivitas penting dalam hidup. Penderita insomnia biasanya berjuang untuk tidur dan sekitar 2 juta orang bergantung pada obat tidur. Tetapi, ada cara yang lebih sederhana untuk meningkatkan kualitas tidur berdasarkan makanan yang dikonsumsi.
Sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam jurnal Annual Review of Nutrition menemukan buah, sayuran, bahkan roti dapat mengatasi sulit tidur.
“Kami menemukan bahwa makan makanan yang mengandung banyak buah dan sayuran, ditambah kacang polong dan sayuran gelap, serta roti gandum dikaitkan dengan kualitas tidur yang lebih baik,” kata Marie-Pierre St-Onge, profesor kedokteran nutrisi di Universitas Columbia di New York, salah satu penulis makalah tersebut, dikutip dari Daily Mail.
Penelitian tersebut berdasarkan pada temuan lain, termasuk salah satu penelitian yang dipublikasikan di Nutrients pada 2020 yang melibatkan 400 wanita, yang menerapkan pola makan ala Mediterania yang kaya buah, sayuran, kacang-kacangan, dan protein tanpa lemak. Kualitas tidur mereka pun semakin baik.
Selain itu, para peneliti dari Universitas Leeds di Inggris, yang menulis di BMJ Open pada 2018, sangat yakin hubungan antara diet dan tidur. Mereka mengatakan itu bisa memiliki implikasi penting untuk gaya hidup dan kebijakan perubahan perilaku. Terlebih lagi, diet sehat dapat bermanfaat untuk tidur.
Penelitian sebelumnya oleh St-Onge dan timnya menunjukkan makan lebih banyak lemak jenuh dan gula dapat mengganggu kualitas tidur. Dalam sebuah penelitian pada 2016, yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Sleep Medicine, 26 sukarelawan menjalani polisomnografi tidur selama lima malam dengan peralatan pemantauan canggih yang digunakan untuk merekam gelombang otak dan tanda-tanda vital lain yang dapat menentukan kualitas dan kuantitas tidur.
“Keuntungan dari penelitian ini adalah kami telah mengontrol pola makan mereka sehingga tahu persis apa yang dimakan,” kata St-Onge. “Jadi selama empat hari pertama mereka menjalani diet sehat, rendah lemak jenuh, dan mengandung kadar serat dan natrium (garam) yang direkomendasikan. Pada hari kelima, mereka dapat memilih sendiri apa yang dimakan dan saat itulah kami melihat mereka memiliki asupan lemak jenuh, garam, dan gula yang jauh lebih tinggi.”
Ketika tim menganalisis kebiasaan tidur kelompok, mereka menemukan beberapa perbedaan yang mengejutkan. "Pada hari kelima, butuh waktu hampir dua kali lebih lama bagi mereka untuk tidur, 12 menit lebih lama dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya," jelas St-Onge.
Relawan yang makan lebih banyak serat mendapatkan kualitas tidur yang lebih baik. Makan lebih banyak lemak jenuh dikaitkan dengan gelombang tidur yang lebih lambat. Selain itu, kadar gula darah yang tidak stabil akan mengganggu waktu tidur.
Berbicara tentang diet Mediterania secara umum, St-Onge menyarankan mungkin manfaat tidurnya berasal dari triptofan, asam amino yang digunakan tubuh untuk membuat hormon melatonin, yang membantu kita merasa mengantuk, dan serotonin, yang menstabilkan suasana hati dan juga berperan dalam tidur.
Fakta bahwa diet memiliki efek anti-inflamasi, bermanfaat bagi kesehatan dengan cara lain, seperti untuk penderita radang sendi, secara tidak langsung dapat bermanfaat bagi tidur dalam jangka panjang.
“Tidur dalam keadaan lapar tidak akan membantu tetapi diet Mediterania mengandung lemak sehat yang tinggi, memberikan indeks glikemik rendah, dan membuat kenyang lebih lama,” ujarnya.
Profesor Morgan percaya itu bukan apa yang dimakan tetapi ketika Anda makan itu adalah kuncinya. “Waktu makan sangat berharga, itu adalah metronom ritme sirkadian,” katanya.
Pola tidur yang baik adalah keteraturan. Jika dapat mempertahankan gaya hidup, makan dan tidur pada waktu yang sama setiap hari, akan mendorong kualitas tidur yang baik, tapi tidak bisa memperbaiki gangguan tidur dengan mengubah apa yang dimakan.
ANDINI SABRINA
Baca juga: COVID-somnia, Gangguan Tidur di Masa Pandemi Covid-19 dan Dampaknya