TEMPO.CO, Jakarta - Perbincangan mengenai gashlighting di kalangan anak muda kini menjadi hal populer beberapa tahun terakhir. Istilah ini sering muncul di beberapa platform online, seperti serial drama, film, lagu, hingga media sosial. Lantas, apa sebenarnya itu gaslighting?
Istilah gaslighting mulai muncul di era 1930-1940-an melalui karya drama dan film. Tepatnya, pada 1944 ketika sebuah film rilis berjudul Gashlight. Film ini menceritakan tentang seorang suami yang memanipulasi istrinya supaya si istri mengira dirinya memiliki penyakit mental. Sang suami melakukannya dengan cara meredupkan lampu berbahan gas dan mengatakan pada istrinya bahwa sedang berhalusinasi.
Melansir dari newportinstitute.com, gaslighting seringkali ditemukan ketika menjalin hubungan dengan orang lain. Apabila dibiarkan, hubungan tersebut menjadi hubungan yang tidak sehat. Bahkan, gaslighting dapat menyebabkan kesehatan mental seseorang terganggu.
Sebagaimana dijelaskan dalam insider.com, gaslighting merupakan jenis pelecehan emosional yang bisa dialami oleh siapa saja. Gaslighting juga disebut sebagai bentuk manipulasi. Dalam hal ini, pelaku akan melakukan kekerasan kepada korban untuk memegang kendali dalam hubungan. Bahkan, pelaku bisa membuat korban merasa ragu dengan dirinya sendiri.
Dikutip dari verywellmind.com, pelaku secara terselubung akan menyesatkan target, menciptakan narasi palsu, dan melemahkan korban sehingga membuat korban merasa bersalah. Padahal, dalam hal ini, kesalahan dilakukan oleh pelaku tetapi pelaku mampu memutarbalikkan hal tersebut.
Sebagaimana dikutip dari medicalnewstoday.com, gaslighting dapat membuat korban merasa bingung, cemas, dan tidak mempercayai dirinya sendiri. Kondisi ini akhirnya melahirkan pertanyaan-pertanyaan seputar ingatan, penilaian, harga diri, kebenaran, hingga kewarasan atas dirinya. Efek dari gaslighting membuat korban secara tidak sadar akan semakin terjebak dalam hubungan yang tidak sehat tersebut.
Sebagaimana dilansir dari healthline.com, pelaku melakukan gaslighting dengan tujuan memeroleh validasi atas dirinya sendiri. Ketika pelaku merasa terancam, pelaku membutuhkan korban untuk percaya dan mendukung kebenaran yang pelaku ciptakan. Hal ini termasuk bentuk mempertahankan rasa kekuasaan dan kendali atas hubungan yang terjalin sehingga merasa superior.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca: Jadi Target Gaslighting? Lakukan ini untuk Proteksi Diri
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.