TEMPO.CO, Malang - Serial Layangan Putus sedang viral akhir-akhir ini. Tayangan produksi MD Entertainment itu mengangkat kisah perselingkuhan antara Aris dengan Lydia, dan menjadikan Kinan sebagai korban.
Mengetahui hebohnya serial tersebut, Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang atau FISIP UMM, Luluk Dwi Kumalasari mengatakan, tayangan itu bersampak pada kehidupan masyarakat. Konten berseri yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Putri Marino, dan Anya Geraldine ini mempengaruhi kalangan dewasa dan juga anak-anak.
Terpaparnya anak-anak oleh cerita Layangan Putus dapat berefek negatif bagi pola pikir mereka. Anak-anak mengenal perselingkuhan, perceraian, dan ketidakharmonisan keluarga di usia yang masih sangat muda. "Sebenarnya serial ini sudah dibatasi melalui sarana konten berbayar dan imbauan tentang penonton berusia 17 tahun ke atas. Namun cuplikan film Layangan Putus yang beredar di media sosial tak terelakkan," kata Luluk pada Rabu, 26 Januari 2022.
Potongan-potongan adegan serial Layangan Putus di Tiktok dan Instagram membuka akses anak-anak untuk menonton. "Sebab itu, para orang tua harus memberikan pemahaman kepada anak soal perselingkuhan maupun perceraian dan membatasi aksesnya," kata Luluk. Orang tua, menurut dia, jangan pula ikut-ikutan membuat konten dengan meniru adegan dalam film Layangan Putus.
Kepala Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang atau FISIP UMM, Luluk Dwi Kumalasari, Dok. Humas UMM
Dampak lain yang muncul setelah serial Layangan Putus viral adalah muncul rasa curiga di antara pasangan. Mereka khawatir pasangannya punya wanita atau pria idaman lain, meski meski perselingkuhan dan perceraian merupakan fenomena lama yang acap terjadi. Kondisi ini juga berbanding lurus dengan kuatnya budaya patriarki di Indonesia.
"Ketika sudah punya banyak uang dan kekuasaan, laki-laki cenderung lebih merasa berkuasa dan leluasa untuk mengelola, mengatur serta memainkan sistem, termasuk keluarga," kata Luluk yang juga Kepala Program Studi Sosiologi FISIP UMM. Setelah kesuksesan di segala lini tercapai, salah satu hal yang mungkin dilakukan oleh pria adalah berselingkuh.
Untuk meredam kekhawatiran perselingkuhan tadi, Luluk menjelaskan, setiap pasangan harus menyadari hak dan kewajiban mereka. Dia percaya, jika masing-masing pasangan telah melakukan tugasnya dengan baik dan benar, maka kekhawatiran dan potensi untuk berselingkuh akan hilang. Yang terbangun adalah kepercayaan di antara pasangan.
Para penonton Layangan Putus, Luluk melanjutkan, sebaiknya mengambil pelajaran dari jalan cerita serial tersebut. Salah satunya mengenali tanda-tanda pasangan berselingkuh dan cara menghadapinya. Selama ini, menurut dia, beberapa wanita cenderung mempertahankan pernikahan mereka, meski suami berselinguh atau mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Keputusan ini tak lepas dari stigma negatif status janda di masyarakat.
"Saya memahami alasan bercerai atau tidak itu sangat personal. Bisa demi anak atau percaya pasangan akan berubah," kata Luluk. "Namun ketika alasannya supaya tidak berstatus janda dan dipandang rendah oleh masyarakat, film Layangan Putus ini berhasil mematahkan pendapat tersebut."
Baca juga:
Selingkuh di Serial Layangan Putus: Jangan Putus Asa, Masih Ada Tipe Pria Setia
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.