TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit ginjal bisa menyerang di usia muda. Salah satunya terkait penyakit bawaan. Begitu kata Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), dr. Aida Lydia, PhD., SpPD, K-GH.
"Gangguan ginjal pada usia yang sangat muda biasanya terkait dengan penyakit bawaan. Tetapi pada usia yang lebih besar, misalnya usia sekolah dasar, yang paling banyak kami jumpai adalah glomerulonefritis (GN)," katanya.
Glomerulonefritis merupakan gangguan ginjal yang disebabkan reaksi radang pada ginjal. Penyebabnya dapat berbagai macam, antara lain didahului infeksi, faktor keturunan, paparan sesuatu dari lingkungan, dan lainnya.
Penyakit ginjal juga dikaitkan dengan gaya hidup tak sehat sehingga memunculkan penyakit seperti hipertensi, diabetes, dan obesitas sebagai penyumbang terbesar terjadinya gagal ginjal. Gaya hidup tak sehat ini mencakup kebiasaan merokok, kurang aktif bergerak, diet tinggi gula, garam, dan lemak, stres, dan kurangnya waktu istirahat.
"Gaya hidup merupakan faktor risiko penyakit ginjal kronik (PGK) memang tinggi di masyarakat. Hipertensi didapatkan 34,1 persen, diabetes 10,9 persen, dan obesitas 21,8 persen. Angka merokok juga tinggi, 28,8 persen, ini faktor risiko PGK," kata Aida.
Pada awal perjalanan PGK umumnya tidak ada gejala, berbagai keluhan baru dirasakan bila penyakit sudah lanjut. Di Indonesia, prevalensi PGK semakin meningkat setiap tahun. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, prevalensi PGK yakni 0,38 persen atau naik hampir dua kali lipat dibandingkan 2013, yang tercatat 0,2 persen. Sementara itu, data registri Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada 2006 menunjukkan prevalensi PGK bahkan sudah mencapai 12,5 persen.
Menurut Aida, kemungkinan kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan ginjal menjadi salah satu penyebab pada umumnya pasien sering terlambat berobat dan sering datang dalam kondisi yang sudah lanjut. Padahal, gangguan ginjal dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko, diagnosis dini dan tatalaksana yang optimal agar pasien tidak sampai mengalami gagal ginjal.
"Rendahnya pengetahuan dan rendahnya literasi kesehatan di masyarakat turut berperan terhadap tingginya angka penyakit ginjal karena tidak mengetahui bagaimana kesehatan ginjalnya," ujar Aida.
Menurutnya, literasi kesehatan pada semua kalangan menjadi kunci yang dapat meningkatkan kewaspadaan kesehatan ginjal dan keberhasilan program kesehatan pemerintah. Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Richard Samosir, sependapat dengan Aida terkait pola hidup tak sehat sehingga memunculkan hipertensi dan diabetes menjadi penyumbang gangguan pada ginjal, termasuk PGK .
"Itu semua karena pola hidup yang kurang baik di usia muda, artinya konsumsi garam, lemak yang berlebihan sehingga kelebihan berat badan yang juga mengakibatkan hipertensi, lalu ke dokter dan tidak meminum obat secara rutin. Obatnya habis, tidak memeriksakan kesehatan lanjutan," katanya.
Di sisi lain, rendahnya edukasi pada masyarakat, tidak disiplin pengobatan, menyebabkan timbulnya gejala penyakit ginjal kronik.
"Seperti saya di usia 26 tahun mengalami gagal ginjal stadium akhir karena hipertensi yang tidak terkontrol," ungkap Tony.
Baca juga: Pentingnya Deteksi Dini Penyakit sejak Umur 15 Tahun