TEMPO.CO, Jakarta - Ramadan semakin dekat. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ari Fahrial Syam, mengatakan penderita GERD wajib berkonsultasi ke dokter sebelum melakukan ibadah puasa.
Spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterologi hepatologi ini menyebutkan GERD berhubungan erat dengan lambung. Oleh karenanya, penderita GERD harus memiliki persiapan ekstra menyambut Ramadan.
"Saya menganjurkan saat ini kalau ada masalah lambung konsultasi dulu ke dokter atau untuk minggu pertama saya anjurkan untuk minum obat asam lambung terlebih dulu," ujar Ari.
Ari menjelaskan minggu pertama puasa merupakan fase di mana tubuh menyesuaikan diri sebab sebelumnya tubuh terpapar berbagai macam makanan yang kurang sehat.
"Minggu pertama itu untuk semua orang, bukan cuma yang GERD, merupakan fase penyesuaian tubuh kita bisa enggak puasa, baru minggu keduanya sudah bisa menyesuaikan diri," kata Ari.
Baca Juga:
Ramadan adalah momen yang tepat untuk mengatur pola makan. Selama pandemi COVID-19, banyak yang sulit mengontrol makanan mulai dari yang manis hingga berlemak. Ari mengatakan puasa harus dimanfaatkan untuk mengembalikan kondisi tubuh agar lebih sehat. Waktu makan dua kali sehari dengan jeda kurang lebih 12 jam sangat baik untuk membuat organ tubuh beristirahat.
"Momen puasa ini adalah kesempatan untuk mengatur makan, paling tidak kan saat dia makan hanya di sahur dan buka, jadi dia bisa mengurangi asupan makan," ujarnya.
Untuk penderita GERD, ada baiknya menghindari makanan yang bersifat asam, pedas, kopi, cokelat, dan keju pada saat berbuka. Makanan manis lebih dianjurkan untuk dikonsumsi namun bukan minuman manis kekinian.
"GERD banyak kambuh karena cemas yang berlebihan. Saat puasa kan dia bisa mengendalikan diri, otomatis asam lambung bisa terkendali, hipertensi, sakit jantung, stroke juga berhubungan dengan stres, makanya ini salah satu kesempatan untuk hidup sehat," tutur Ari.
Baca juga: Perlunya Penerapan Mitigasi Mudik sebelum Ramadan