TEMPO.CO, Jakarta - Cyberbullying kini menjadi masalah yang sangat serius yang mempengaruhi kondisi psikis korban. Terganggunya kondisi psikis tersebut berdampak pada kinerja sosial dan akademik hingga kesehatan mental secara keseluruhan. Parahnya, korban perundungan dengan menggunakan media digital itu rentan perilaku bunuh diri.
Direktur Medis Hackensack Meridian Behavioral Health, Eric Alcera, menjelaskan prinsip-prinsip cyberbullying mirip dengan perundungan di dunia nyata. Pelaku berulang kali mengambil, melecehkan, mengintimidasi, mengancam atau mempermalukan dengan maksud menyakiti korban. Alih-alih secara langsung, tindakan itu dilakukan melalui pesan teks, status media sosial, dan banyak lagi.
Baca Juga:
“Terkadang, cyberbullying bersifat anonim, sehingga korban mungkin tidak tahu siapa yang pelaku sebenarnya. Anonimitas intimidasi daring ini, dan menimbulkan kerugian emosional pada siapa pun, di mana saja, kapan saja serta bisa sulit untuk dicegah,” terang Alcera dikutip dari Tapinto Middletown, 16 Agustus 2020.
Menurut Alcera, efek dari cyberbullying bisa lebih buruk daripada bullying secara langsung. Sebab, para pelaku dapat melakukan tindakan melukai ke korbannya bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Selain itu, jejak digital korban yang disebarkan oleh pelaku juga sudah untuk dihapuskan. Dengan begitu, dampak yang dirasakan oleh korban bisa berlangsung sangat lama dan sulit untuk dipulihkan.
Korban umumnya akan mengalami perubahan pada perilaku karena efek dari cyberbullying. Perubahan mungkin tidak mudah terlihat pada masa awal, tetapi seiring berjalannya waktu mungkin akan terlihat dari satu atau lebih dari perubahan perilaku. Di antaranya, korban sering mengurung dirinya di kamar, menarik diri dari lingkungan sosial, emosional, nilai akademis turun, dan perubahan lainnya.
Bahkan, sebuah penelitian dari Universitas Swansea pada 2018 menunjukkan anak-anak dan remaja di bawah 25 tahun yang menjadi korban cyberbullying berpotensi lebih dari dua kali akan melukai diri sendiri. Penelitian juga menunjukkan bahwa korban berisiko sangat tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri.
Salah satu peneliti yang terlibat di dalamnya, Ann John, menegaskan pencegahan perilaku cyberbullying harus dimasukkan dalam kebijakan di institusi pendidikan. "Pencegahan dan intervensi bunuh diri sangat penting dalam program anti-intimidasi yang komprehensif dan harus menggabungkan pendekatan seluruh sekolah untuk memasukkan peningkatan kesadaran dan pelatihan untuk staf dan siswa,” ujarnya dilansir dari Science Daily.
HARIS SETYAWAN
Baca juga: Cyberbullying Lebih Kejam dari Perundungan Fisik, Ini Sebabnya