TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 30 petani tembakau di Magelang, Purworejo, dan Boyolali, bergerak mengerumuni seorang pembicara yang dihadirkan Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Magelang untuk menunjukkan cara budidaya bertanam anggrek. Mereka tekun memperhatikan bagaimana menyetek anggrek yang benar.
Setelah itu, mereka membentuk tiga kelompok yang meriung di satu meja untuk mempraktikkan sendiri bagaimana menyetek anggrek. “Belajar benar biar bisa diaplikasikan di lahan saya,” kata Sholikhin, petani tembakau di Desa Tanjungsari Kecamatan Windusari, Magelang, yang menjadi peserta Sekolah Tani Mandiri yang diadakan MTCC Magelang, The Union, Forum Petani Multikultur Indonesia, dan SMK Muhammadiyah Magelang, saat ditemui Tempo di SMK Muhammadiyah Mertoyudan, Magelang, pada akhir Januari lalu.
Menurut Solikhin, Sekolah Tani Mandiri berlangsung selama lima pekan. “Kami belajar budidaya pembesaran ikan konsumsi, tanaman herbal, anggrek dan aglonema, tanaman nonberas, budidaya ubi ekspor dan ubi cilembu, dan kebijakan pelatihan pertanian,” katanya.
Petani tembakau, Sholikhin tengah mempraktikkan bertanam tumpangsari dengan cabai. Foto: Dok. Pribadi Sholikhin.
Menurut Fauzi Ahmad Noor, dari The Union, organisasi yang memfokuskan pada kesehatan paru-paru, ide membuat Sekolah Tani Mandiri ini bermula dari kegiatan penelitian tentang kesejahteraan petani tembakau sejak 2010. “Ada beberapa penelitian yang digarap, yang semua berhubungan dengan kesejahteraan petani tembakau,” kata Fauzi.
Dari para petani yang ia temui, Fauzi mengetahui mereka berhadapan dengan masalah tataniaga tembakau yang tidak berpihak kepada petani, cuaca selalu berubah, dan monopoli industri rokok. Tak mengherankan para petani tembakau mulai beralih tanam dan diversifikasi tanaman tidak tergantung pada tembakau saja.
Mulai 2018, MTCC Universitas Muhammadiyah Magelang membuat program pendampingan petani dengan menginisiasi pembentukan forum petani multikultur. Dari forum petani multikultur itu, kata Fauzi, mereka mengusulkan dibuatnya Sekolah Tani Mandiri Muhammadiyah. Sekolah itulah yang akan membantu secara nyata para petani di level akar rumput untuk menanam tanaman tumpang sari atau beralih tanam ketika tembakau tidak lagi memberikan keuntungan.
Saat berlangsung Sekolah Tani Mandiri. Foto: Facebook Fauzi Ahmad Noor.
Di Sekolah Tani Mandiri ini, kata Fauzi, para petani dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang diversifikasi tanaman. Ia juga berharap sekolah itu bisa mengajak anak muda agar tertarik menekuni pertanian. “Ketiga tentu saja seperti target kami, meningkatkan kemandirian petanni dalam mewujudkan kedaulan di bidang pertanian,” kata Fauzi.
Istanto, ketua Forum Petani Multikultur menjelaskan, Sekolah Tani Mandiri ini didirikan untuk membangun pemahaman dasar petani tentang pengendalian tembakau, masalah yang ditemukan, dan membuat perubahan. “Kami mendorong dan mencari solusi alternatif diversifikasi tanaman, dan tanaman produktif non tembakau,” katanya.
Di Sekolah Petani Mandiri ini, kata Istanto, ia berharap petani tembakau bisa mendapatkan fasilitas dalam mengembangkan pertanian untuk mewujudkan kedaulatan di bidang pertanian. “Kami juga ingin membangun pemahaman penggunanaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Pajak Tembakau untuk pengembangan usaha pertanian. Makanya, di Sekolah Tani Mandiri, para petani tembakau tidak saja belajar diversifikasi tanaman tapi juga pengetahuan-pengetahuan soal pajak dan dana bagi hasil,” katanya.
Baca juga: Petani Tembakau Minta Kenaikan Tarif Cukai Rokok Berimbas Besar untuk Mereka
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.