TEMPO.CO, Jakarta - Banyak detoks yang dirancang melalui puasa intermiten, yang berfokus pada pembatasan kalori dan suplemen nutrisi. Tidak seperti bentuk detoks lain, bukti menunjukkan puasa intermiten dapat menghasilkan beberapa manfaat, termasuk penurunan berat badan.
Beberapa bukti menunjukkan pendekatan diet ini dapat membantu melatih tubuh menggunakan keton dari lemak untuk energi, bukan glukosa. Perubahan ini dapat memicu kehilangan lemak. Bukti lain, seperti ulasan tahun 2017 tentang pendekatan diet yang berbeda, menunjukkan penurunan berat badan awal dimungkinkan tetapi manfaat jangka panjangnya tidak. Hal ini sangat memungkinkan untuk mendapatkan kembali berat badan awal sebab saat berada di luar jam batasan kalori detoks, Anda sangat mungkin memakan makanan sepuasnya.
Metode ini mungkin tidak selalu berhasil bagi semua orang. Anda harus berkonsultasi dengan dokter tentang tujuan pengelolaan berat badan dan menentukan apakah puasa intermiten dapat membantu mencapainya. Erin Stair, konsultan kesehatan dan penulis Food and Mood mengatakan kebanyakan orang tidak dapat mendefinisikan apa itu toksin, apalagi tahu mana yang harus coba dihilangkan dari tubuh. Namun, banyak yang memulai pembersihan menggunakan produk yang mengandung pencahar atau mengurangi kalori karena detoksifikasi terdengar lebih seksi daripada membuang kotoran.
Beberapa pasien Stair yang telah mengalami penurunan berat badan pada awal detoks terinspirasi untuk melanjutkan makan makanan yang lebih sehat setelah diet pembersihan selesai. Akan tetapi, metode ini memang tidak selalu berhasil dalam menurunkan berat badan. Pada ulasan tahun 2017, para peneliti mencatat detoks dan jus dapat menyebabkan penurunan berat badan di awal tetapi kemudian orang kemungkinan akan mendapatkan kembali berat badannya setelah menghentikan detoksifikasi.
Para ahli juga mengatakan lebih baik menghindari racun yang sudah pasti diketahui, seperti tembakau dan alkohol, sambil mempertahankan pola makan seimbang, olahraga teratur, tidur cukup, dan minum air putih. Cara itu akan mendukung sistem detoksifikasi tubuh sendiri alih-alih mengandalkan diet ketat yang dapat menyebabkan lebih banyak kerusakan jangka pendek daripada kebaikan yang bertahan lama.
Makanan yang dimakan dapat mempengaruhi kesehatan mental. Menurut American Psychological Association (APA), semakin banyak penelitian menunjukkan nutrisi berperan penting dalam kesehatan mental. Sebuah studi tahun 2020 melihat bagaimana diet mempengaruhi suasana hati, para peneliti menemukan bukti yang menunjukkan cara makan yang berbeda dapat mempengaruhi suasana hati.
Mereka mencatat diet Mediterania memberikan dukungan yang lebih baik untuk kesehatan mental daripada diet khas Barat yang mengandung lebih banyak makanan olahan. Peneliti juga menemukan makanan tertentu dapat mempengaruhi kadar gula, mikrobioma usus, dan respons kekebalan, yang semuanya dapat mempengaruhi suasana hati. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk sepenuhnya menunjukkan bagaimana perubahan pola makan dapat mempengaruhi kesehatan mental.
Baca juga: Mengenal Diet Detoks, Benarkah Bermanfaat bagi Tubuh?