TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini para peneliti dari Harvard T. H. Chan School of Public Health dan Center for Cancer Equity and Engagement resmi meluncurkan situs Cancer FactFinder. Dibuatnya situs tersebut bertujuan untuk memerangi informasi keliru tentang penyakit kanker.
Direktur Zhu Family Center for Global Center Prevention, Timothy Rebbeck, mengungkapkan di era digital ini sedang terjadi banjir informasi yang cenderung menyesatkan tentang penyebab kanker. Karena itu, masyarakat perlu basis informasi akurat agar mampu memverifikasi setiap informasi yang beredar.
“Banyak orang ketakutan akan informasi tentang kanker yang tidak berdasarkan sains. Adanya situs Cancer FactFinder ini untuk memberdayakan orang agar membuat pilihan yang lebih baik,” kata Rebbeck dikutip Tempo dari The Harvard Crimson pada Jumat, 6 Mei 2022.
Melansir laman resmi cancerfactfinder.org, pengguna dapat belajar tentang kemungkinan faktor risiko kanker, misalnya, menggunakan fungsi pencarian yang tersedia. Nantinya, kemungkinan hasil pencarian akan mengarah ke enam kategori utama.
Enam kategori itu antara lain produk konsumen, diet dan nutrisi, gaya hidup, paparan dan prosedur medis, paparan pekerjaan dan lingkungan, dan paparan lainnya. Jika hasil pencarian menunjukkan beberapa di antara kategori tersebut berwarna hijau, artinya pasti benar.
Sementara kategori yang berwarna merah menunjukkan hasil informasi yang yang salah. Pun ada warna abu-abu, berarti situs Cancer FactFinder masih ragu-ragu. Untuk setiap topik, situs ini juga menyajikan klaim umum, temuan ilmiah yang relevan, dan metode pengurangan risiko.
Menurut Rebbeck, pihaknya akan terus berupaya mengembangkan situs Cancer FactFinder, khususnya dalam hal pengumpulan dan verifikasi data serta penambahan anggota tim. “Untuk saat ini, tim kami memiliki sekitar 70 orang. Kami akan terus memperbaharuinya dan menambahkan lebih banyak dari waktu ke waktu,” ujarnya.
Dalam rangka menjangkau khalayak yang lebih luas, Rebbeck akan menggandeng sejumlah pihak yang beririsan. Selain para akademisi, organisasi pemerintah, pusat perawatan kesehatan, hingga berbagai komunitas akan dilibatkan sebagai sumber informasi. Harapannya, kata dia, misi untuk menangkal misinformasi seputar kanker itu bisa diatasi.
HARIS SETYAWAN
Baca juga: Tak Hanya Kemoterapi, Inilah Ragam Alternatif Pengobatan Kanker