TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari 170 kasus hepatitis akut dilaporkan oleh lebih dari 12 negara, rata-rata pada anak usia 1 bulan-16 tahun. Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, mengatakan pasien hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya terbuka kemungkinan mendapatkan terapi transplantasi hati.
"Ada kemungkinan kelak pasien hepatitis akut juga akan mendapatkan terapi transplantasi hati," ujarnya.
Baca juga:
Ia mengatakan di Indonesia sudah dilakukan transplatansi hati untuk kasus-kasus hepatitis dan kasus-kasus lain. Oleh karena itu, Syahril meminta masyarakat untuk waspada dan segera membawa anak atau anggota keluarga yang mengalami gejala hepatitis akut, seperti demam, mual, muntah, hilang nafsu makan, diare akut, lemas, lesu, nyeri bagian perut, kembung, nyeri otot dan sendi, mata kuning, urine seperti teh, serta perubahan warna kotoran.
"Dengan mengenali kasus lebih awal kita bisa lebih care ke anak, jangan sampai lebih berat. Bisa konsultasi ke dokter," imbaunya.
Di samping itu, masyarakat juga diminta rajin cuci tangan, memastikan makanan dan minuman dimasak hingga matang dan higienis.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan Organisasi Kesehata Dunia (WHO) pertama kali menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus hepatitis akut pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari-Maret 2022 di Skotlandia Tengah. Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh WHO pada 15 April 2022, jumlah laporan terus bertambah.
"Sebanyak 17 anak di antaranya (10 persen) memerlukan transplantasi hati dan satu kasus dilaporkan meninggal," katanya.
Baca juga: Demam, Gejala Hepatitis Akut Terbanyak di Indonesia