TEMPO.CO, Jakarta - Studi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menunjukkan jumlah penderita hipertensi berusia 30 sampai 79 tahun bertambah dari 650 juta orang menjadi 1,28 miliar orang dalam 30 tahun terakhir. Artinya, terjadi penambahan sebanyak 630 juta penderita hipertensi dalam tiga dekade tersebut atau muncul sekitar 57.534 penderita hipertensi setiap harinya.
Studi tersebut juga mengungkapkan sebanyak 53 persen perempuan dan 62 persen pria dengan hipertensi atau sekitar 720 juta orang, tidak menjalani pengobatan yang dibutuhkan. Direktur Omron Healthcare Indonesia, Tomoaki Watanabe mengatakan, hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi tantangan besar dalam dunia kesehatan.
"Penyakit ini memiliki prevalensi yang tinggi di tingkat global maupun Indonesia," katanya dalam diskusi daring Hari Hipertensi Sedunia yang diperingati setiap 17 Mei bersama Omron, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), dan Yayasan Jantung Indonesia (YJI) pada Jumat, 20 Mei 2022. Ada beragam faktor risiko hipertensi, yakni usia, jenis kelamin, genetika, gaya hidup tidak sehat, kesadaran untuk memonitor tekanan darah secara rutin, hingga kurangnya kepatuhan berobat.
Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, hanya separuh atau 54 persen penderita hipertensi yang rutin minum obat. Sebanyak 32,27 persen tidak rutin minum obat, dan 13,33 persen tidak pernah minum obat sama sekali. Ketua Kelompok Kerja Hipertensi Perki, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Badai Bhatara Tiksnadi mengatakan, tekanan darah harus terkontrol dengan target sesuai penyakit penyertanya.
Diskusi daring peringatan Hari Hipertensi Sedunia bersama Omron, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), dan Yayasan Jantung Indonesia (YJI) pada Jumat, 20 Mei 2022. (kiri ke kanan) Ketua Panitia Pendidikan Masyarakat, Riana Handayani; Sekretaris Jenderal YJI, Widiyanti Putri; Direktur Omron Healthcare Indonesia, Tomoaki Watanabe; Spesialis Jantung Devie Caroline; Marketing Manager Omron Healthcare Indonesia, Herry Hendrayadi; Ketua Pokja Hipertensi Perki, Badai Bhatara; Ketua PP Perki, Isman Firdaus.
"Pasien hipertensi sebaiknya tetap minum obat hipertensi yang disarankan dokter untuk menjaga tekanan darahnya tidak naik," katanya. "Harus dipastikan bahwa diagnosis hipertensi dilakukan dengan teknik pengukuran yang benar dan akurat."
Selain obat-obatan, pengendalian tekanan darah dapat dilakukan dengan cara non-farmakologis, seperti menggunakan alat pengukur tekanan darah digital, pembatasan asupan garam, latihan fisik dengan intensitas sedang yang teratur, dan mencapai berat badan ideal. "Pemantauan tekanan darah secara teratur di rumah merupakan cara yang efektif dalam mendeteksi dan mengelola hipertensi untuk mencegah berbagai macam komplikasi kesehatan, seperti penyakit jantung, stroke, dan kematian," ujar Badai.
Dokter Spesialis Jantung, Devie Caroline mengatakan, banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat. Beberapa alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena merasa sehat, lupa, memilih pengobatan tradisional, dan khawatir efek samping obat. "Perlu strategi supaya penderita hipertensi menjadi patuh minum obat," ujarnya.
Tomoaki Watanabe melanjutkan, Omron memiliki misi untuk menciptakan dunia yang bebas dari penyakit kardiovaskular atau Going fo Zero melalui perawatan preventif. Caranya, membiasakan memantau tekanan darah secara teratur, mengontrol hipertensi, dan perubahan perilaku untuk mengatasi kebiasaan yang dapat meningkatkan risiko sarangan jantung.
Baca juga:
Hari Hipertensi Sedunia: Ketahui Sayuran Peredam Hipertensi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.