TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo memutuskan melonggarkan kebijakan memakai masker dengan mempertimbangkan kondisi belakangan yang semakin terkendalinya penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia. Kebijakan lepas masker hanya berlaku di luar ruangan dan bukan di ruang tertutup atau transportasi publik. Bagi masyarakat yang termasuk kategori rentan seperti lanjut usia atau memiliki penyakit komorbid maka disarankan tetap memakai masker ketika melakukan aktivitas.
Profesor penyakit infeksi dan pengobatan perventif di Vanderbilt University Medical Center, Nashville, Tennessee, Dr. William Schaffner, mengatakan hal yang normal bila orang cemas saat ada kebijakan lepas masker di kala pandemi Covid-19 belum usai. Dia membandingkan kondisi ini dengan pasien yang dirawatnya di unit perawatan intensif dan dipantau terus-menerus. Ketika membaik dan pindah ke ruangan biasa rumah sakit, mereka sering menjadi cemas.
“Mungkin ada kecemasan jika mereka tidak dapat melihat atau mendengar bunyi detak jantung secara teratur. Jadi, ada kecemasan transisi yang merupakan kombinasi dari kegembiraan karena menjadi lebih baik, tetapi khawatir karena mereka tidak dipantau dengan cermat," jelas Scaffner, seperti dikutip dari Healthline.
Menurutnya, terkadang dibutuhkan waktu bagi orang untuk membuat penyesuaian itu dengan lingkungan yang kurang aman. Sementara itu, pakar neuropsikologi di Mind, Sanam Hafeez, mengatakan setelah dua tahun hidup dengan pandemi, orang memakai masker dan menjadi kebiasaan. Bagi mereka yang berisiko lebih tinggi terkena komplikasi COVID-19, meskipun bisa memilih memakai masker tetapi mengetahui orang lain tidak harus melakukannya, maka ini membuat mereka lebih rentan.
Sampai jumlah COVID-19 turun lebih signifikan, Hafeez memaklumi individu dengan gangguan kekebalan akan menghadapi kecemasan yang lebih besar dan memiliki situasi yang lebih sulit untuk dinavigasi daripada yang lain.
Baca juga: Kebijakan Lepas Masker Ditetapkan, Ini Pendapat IDI