TEMPO.CO, Jakarta - Makanan atau minuman manis agaknya diminati karena sensasi rasanya di lidah. Namun, makanan atau minuman manis yang mengandung gula murni pun tetap harus dibatasi untuk konsumsi yang sewajarnya. Perkembangan produk makanan dan minuman manis pun ada yang menggunakan pemanis buatan.
Mengutip National Center for Biotechnology Information, pemanis buatan mengandung bahan-bahan kimia yang merangsang permukaan lidah mencecap rasa manis. Berbeda dengan gula, pemanis buatan tak dapat diproses tubuh menjadi kalori. Pemanis buatan menyimpan beberapa risiko kesehatan jika terlalu sering dikonsumsi.
Risiko kesehatan
- Obesitas
Ketiadaan kalori dalam pemanis buatan tidak semata-mata membuatnya terbebas dari risiko kenaikan berat badan. Mengutip Healthline, pemanis buatan justru salah satu bahan penyebab kegemukan atau obesitas. Ketiadaan kalori dalam pemanis buatan membuat makanan tidak menimbulkan rasa kenyang, Akibatnya, seseorang yang mengonsumsi pemanis buatan ingin makan terus-menerus.
- Gangguan fungsi otak
Konsumsi pemanis buatan juga mengganggu fungsi otak. Mengutip laman New York Endocrinology, berbagai penelitian menunjukkan, konsumsi pemanis buatan mampu melewati batas antara otak dan darah di kepala. Ketika hipokampus otak terganggu, maka kemampuan otak untuk menerima isyarat juga bermasalah.
- Mengganggu reseptor rasa manis
Lidah memiliki beberapa penerima rangsangan atau reseptor rasa, pahit hingga manis. Mengutip Eat This, pemanis buatan merangsang reseptor rasa manis di lidah dengan bahan kimia. Rangsangan pemanis buatan yang berlebihan membuat reseptor rasa manis di lidah menjadi tidak normal. Lidah menjadi tidak menikmati atau mendeteksi rasa manis alami.
BANGKIT ADHI WIGUNA
Baca: Benarkah Pemanis Buatan Aspartam Menyebabkan Kanker?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.