TEMPO.CO, Jakarta - Psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr. Ratna Mardiati, Sp.KJ (K), mengatakan penggunaan narkoba jangka panjang akan berisiko mengganggu kerja organ tubuh, salah satunya otak.
"Jelas ada bagian otak yang terganggu, yaitu bagian kognisi. Orang pakai narkotika dengan cara apapun akan terlihat bagian aktif dari otaknya semakin lama semakin berkurang, akan ada penurunan kognitif," kata Ratna.
Selain menimbulkan penurunan kognitif, dokter yang berpraktik di Klinik Angsamerah itu juga mengatakan mengonsumsi narkoba terus-menerus akan membuat pengeluaran hormon dopamin di otak menjadi berlebihan.
"Kenapa orang menggunakan narkoba, merokok, itu karena mereka ingin senang, for release tension, artinya mengeluarkan dopamin. Kalau kita pakai setiap hari, dorong-mendorong dopamin menjadi keras sekali. Dopamin belum sempat dihasilkan, tapi terus didorong untuk keluar," ujarnya. "Kalau dopamin habis, tidak dipulihkan lewat rehabilitasi, kita enggak bisa merasakan senang lagi. Kalau enggak senang, kita enggak bisa berpikir, enggak bisa rileks, enggak bisa berelasi dengan orang-orang, gampang marah."
Selain otak, Ratna mengatakan organ lain juga akan terganggu jika sudah kecanduan narkoba. Jika narkoba digunakan dengan cara diisap, misalnya ganja, maka yang terganggu adalah saluran pernapasan.
"Dia mudah sesak napas. Jalan napasnya jadi sempit, napas ngos-ngosan. Jangka panjangnya ada kerusakan di bronkus. Apalagi kalau dia sudah punya TBC misalnya, paru-parunya pasti lebih repot," imbuhnya.
Sementara untuk jenis narkoba yang penggunaannya dengan cara ditelan, Ratna mengatakan akan ada masalah pada liver, yang salah satu fungsinya melakukan proses detoksifikasi atau membuang racun dalam tubuh.
"Kalau racun sedikit, liver bisa atasi. Tapi kalau sudah pakai terus-terusan, bertahun-tahun, semakin lama semakin ke arah sirosis," ujar Ratna.
Tidak sampai di situ, Ratna mengatakan gangguan juga akan terjadi di usus, lambung, peredaran darah, jaringan otot, dan lain sebagainya, tergantung jenis narkoba yang dikonsumsi.
"Misalnya pakai ekstasi, sabu, itu kita jadi kurang bisa tidur. Motorik aktif secara berlebihan, gerak terus. Lama-lama lelah, tapi tidak terasa lelah, biasanya jatuh saja lalu masuk rumah sakit. Ini karena ototnya enggak kuat untuk dipaksa beraktivitas terus-menerus," paparnya.
Meski demikian, pecandu narkoba bisa pulih asal memiliki kemauan yang kuat untuk berubah serta mendapatkan pendampingan yang baik.
"Tergantung kita. Kalau mau memperbaiki diri, memulihkan diri, lambat laun akan pulih juga, bahwa organ-organnya akan sempurna seperti dulu lagi, itu tidak bisa karena sel semakin kita tua semakin rusak juga. Tapi kita bisa tetap produktif dengan latihan, dengan tuntunan terapi," ujar Ratna.
Terakhir, agar tak terjerumus jauh ke dalam jeratan narkoba, Ratna mengingatkan tak perlu ragu berkonsultasi ke psikolog atau psikiater jika merasa ada hal-hal dalam hidup yang menghambat produktivitas.
"Orang cari senang tentu karena susah, karena ada hambatan untuk menikmati hidup. Kalau kita merasa begitu, kenapa tidak untuk berkonsultasi sebelum menggunakan itu semua," tegasnya.