TEMPO.CO, Jakarta - Delusi gangguan psikotik yang tak bisa membedakan peristiwa nyata dan khayal. Orang yang delusi menganggap khayalannya sebagai kejadian yang benar terjadi. Mengutip Verywell Mind, orang yang delusi dicirikan keyakinan tak tergoyahkan terhadap hal yang tidak nyata, walaupun sudah dijelaskan bukti, kejadian yang dialami tak sungguhan.
Orang yang mengalami delusi berkemungkinan berkeras kemauan. Ia bisa saja memarahi orang lain saat mengalami fase delusi kekerasan, kecemburuan, atau erotomania. Merujuk Cleveland Clinic, orang delusi juga mungkin bercampur masalah kecemasan, depresi, halusinasi, perasaan dieksploitasi, gangguan preokupasi terhadap kesetiaan atau kepercayaan teman, dan terus menyimpan dendam.
Mengapa orang bisa mengalami delusi?
1. Genetik
Seperti banyak gangguan psikotik lainnya, tak ada kesimpulan pasti penyebab gangguan delusi. Namun, peneliti mengklaim beberapa faktor bisa saja mempengaruhi perkembangan delusi. Misalnya, gangguan delusi dialami orang yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat skizofrenia.
2. Biologis
Mengutip WebMD, peneliti menduga gangguan delusi dialami orang yang ada gangguan di bagian otak yang mengontrol persepsi dan pemikiran.
3. Stres
Stres rentan memicu gangguan delusi. Kondisi itu bisa makin parah jika terbiasa mengonsumsi minuman beralkohol dan penyalahgunaan obat-obatan. Orang yang banyak mengalami tekanan hidup juga dimungkinkan rentan mengalami delusi.
4. Gangguan PTSD
WebMD merujuk laporan riset Nygaard, Sonne, dan Carlsson tahun 2017, sejumlah besar dari mereka yang mengalami gangguan stres pascatrauma (PTSD) juga rentan delusi. Khususnya riwayat mengalami penganiayaan. Mengutip Simply Psychology, ada hubungan sebab akibat antara trauma, stres, dan timbulnya delusi. Adapun delusi juga mungkin dipicu demensia, gangguan suasana hati, Parkinson, dan gangguan psikotik yang dipengaruhi zat tertentu.
Baca: Stres Berat Rentan Menyebabkan Parasitotis Delusi, Kenapa?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.