TEMPO.CO, Jakarta - Fear of Missing Out (FOMO) perasaan kecemasan karena takut tertinggal tren rentan berdampak buruk. Kondisi itu bisa berakibat memiliki perasaan rendah diri. Pada 2013, FOMO merujuk kecemasan atau gugup yang dialami seseorang ketika menyadari tidak mengikuti suatu acara sosial.
Belakangan, FOMO ditinjau pula sebagai permasalahan medis yang cenderung sering dialami generasi Z (kelahiran 1995-2014). Sekitar dua pertiga orang dengan rentang usia 18 tahun hingga 30 tahun mengaku mengalami FOMO, dikutip dari Australian Psychology Society National Stress and Wellbeing in Australia Survey. Kecemasan bermula dari media sosial.
Data itu juga menunjukkan, sebanyak 60 persen remaja merasa khawatir ketika mengetahui teman-temannya bermain tanpa dirinya. Adapun 51 persen yang lainnya merasa cemas, jika tidak tahu yang sedang dilakukan temannya.
Risiko mengalami FOMO
Kekhawatiran berlebihan orang FOMO terhadap segala hal yang dilakukan orang lain terkait tren menyebabkan remaja makin kehilangan kehidupannya. FOMO menyebabkan orang memusatkan perhatian ke luar daripada dalam diri. Akibatnya, kehilangan identitas, berjuang dengan harga diri yang rendah, dan eksistensi dalam kehidupan nyata juga berkurang.
Menurut laman kesehatan Project Know, remaja akan merasa tertekan untuk menggunakan obat-obatan atau alkohol karena mengikuti aktivitas terbaru yang dilakukan para selebritas yang diikuti di media sosial. Orang FOMO memiliki hubungan yang sangat nyata antara jumlah jam yang dihabiskan untuk teknologi digital (khususnya media sosial) dan tingkat stres juga depresi yang tinggi.
Orang FOMO berkemungkinan sangat rendah rasa kepuasannya, sehingga sangat rentan terhadap masalah kesehatan mental . Sebab, kesehatan mental orang FOMO rentan tidak dalam kondisi yang stabil. Remaja FOMO cenderung memeriksa media sosial selama dalam kelas atau ketika sedang belajar. Terlebih lagi, mengakses media sosial ketika sedang mengendarai kendaraan yang berbahaya mengancam nyawa.
Mengutip publikasi ilmiah dalam PubMed Center, laporan penelitian para ahli medis menunjukkan, ada hubungan langsung antara kepuasan hidup yang rendah dan FOMO. Hubungan langsung antara keduanya itu kemungkinan besar timbul dari meningkatnya kehadiran dan penggunaan media sosial yang membagikan kehidupan sehari-hari setiap orang.
Setiap hari aktivitas di media sosial semakin tinggi karena banyak orang yang tiada henti mengakses. Media sosial ruang untuk siapa saja mengetahui apa pun yang dilakukan orang lain setiap menit dalam sehari. Seseorang yang FOMO akan selalu diliputi kecemasan, jika melihat aktivitas orang lain di media sosial ketika mereka tidak melakukan hal yang sama (tak mengikuti tren).
Baca: FOMO Istilah yang Akrab di Kalangan Generasi Z dan Milenial, Apakah itu?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.