TEMPO.CO, Jakarta - Umbara sempat merasakan batuk yang tidak tertahankan. Kejadian itu terjadi pada Januari 2022. Pria 64 tahun ini batuk selama sepekan, dan merasa meriang. Batuknya cukup parah hingga ia sangat sulit berbicara. Ia pun sering terbangun di malam hari karena batuk itu. Tidak pernah terlintas baginya soal penyakit tuberkulosis. "Saya merasa sesak sekali. Saya harus duduk dulu baru bisa bernapas," kata Umbara kepada Tempo pada akhir Juni 2022 di Jakarta.
Kala itu, Umbara menduga ia positif terkena Covid-19. Maklum akhir tahun lalu, kasus Virus Corona masih saja menghantui Indonesia. "Tapi hasil swab antigen saya negatif," katanya yang mengecek kondisinya ke Puskesmas Menteng.
Pasien Tuberkulosis Umbara (64) dan istrinya, Nurbani (56) pada Juni 2022/Tempo-Mitra Tarigan
Salah seorang petugas kesehatan di Puskesmas Menteng pun akhirnya meminta Umbara untuk melakukan tes dahak. Umbara diminta berdahak di dalam wadah. Sampel dahak dalam wadah itu dikembalikan ke Puskesmas untuk dicek lebih dalam. "Sesuai dugaan petugas kesehatan itu, ternyata saya terkena Tuberkulosis (TBC)," kata Umbara.
Tuberkulosis (TBC) atau TB adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. TBC umumnya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lain, seperti ginjal, tulang belakang, dan otak. Indonesia adalah negara ketiga dengan kasus TB terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Indeks kasus tuberkulosis (TB) atau TBC di Indonesia mencapai 824 ribu kasus per tahun dengan jumlah kematian mencapai 93 ribu per tahun.
Baca Juga:
Sejak didiagnosis itu, Umbara pun memperbaiki pola hidupnya. Ia ogah begadang dan sudah siap tidur pukul 21.00 atau 22.00. Ia pun berusaha makan makanan bergizi untuk meningkatkan staminanya. Ia mendapatkan edukasi menyeluruh dari petugas kesehatan Puskesmas Menteng terkait penyakit TBC. Pria yang sudah merokok selama 48 tahun terakhir itu, akhirnya memutuskan untuk berhenti saat itu juga.
Kebiasaannya merokok ternyata membuat indera perasannya lebih banyak merasakan asin. "Saya tanya ke Puskesmas, mengapa indera perasa saya itu hanya merasakan asin, ternyata itu dampak merokok yang sudah lama saya lakukan," katanya.
Dokter Poli Tuberkulosis Klinik Puskesmas Menteng, Musdah Mulia mengatakan salah satu hal utama yang tidak bisa dianggap remeh adalah edukasi penyakit TB kepada masyarakat. Edukasi tidak hanya diberikan kepada pasien, namun juga keluarganya. Pasien TB minimal berobat 6 bulan, namun masalahnya saat berobat di bulan kedua, banyak pasien TB mulai lengah dan berhenti mengkonsumsi obat reguler mereka karena merasa sudah ada perbaikan gejala, seperti badan sudah mulai jarang meriang, batuk sudah mulai reda, dan nafas tidak terlalu sesak. "Padahal di fase ini, istilahnya bakteri hanya pingsan dan bisa aktif kembali. Salah satu informasi yang selalu kami ingatkan adalah jangan berhenti berobat setelah 2 bulan, harus sampai tuntas (minimal 6 bulan)," kata Musdah.
Kasus Tuberkulosis dibagi menjadi dua yaitu TB Sensitif Obat (TB SO) dan TB Resistan Obat (TB RO). Bagi penderita TB SO, pengobatannya biasanya berlangsung 6-9 bulan. Sedangkan pasien TB RO, harus menjalani program pengobatan selama 9-24 bulan. Umbara adalah pasien TB SO.
Istri Umbara, Nurbani, membantu sang suami dalam menjalani perawatan tuberkulosis itu. Ia mengatakan sesuai saran dokter di Puskesmas Menteng, pada tahap pengobatan awal Umbara perlu melakukan isolasi mandiri di rumah. "Jadi tidur di kamar sendiri, dan pakai peralatan makan sendiri. Selama sebulan awal, bapak juga tidur di kamar terpisah," katanya.
Dokter Poli Tuberkulosis Klinik Puskesmas Menteng, Jakarta Pusat, dr Musdah Mulia menjelaskan tentang penggunaan obat kepada pasien TB, Umbara (64 ) pada Juni 2022/Tempo-Mitra Tarigan
Penularan tuberkulosis terjadi ketika seseorang tidak sengaja menghirup percikan ludah (droplet) saat seseorang yang terinfeksi TBC bersin atau batuk. Oleh sebab itu, risiko penularan penyakit ini lebih tinggi pada orang yang tinggal serumah dengan penderita TBC.
Sebagai pendamping pasien tuberkulosis, Nurbani pun perlu melakukan tes Mantoux. Tes Mantoux atau tuberculin skin test (TST) adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya paparan kuman TBC pada tubuh. "Hasil tes mantoux alhamdulillah negatif. Jadi (Nurbani) tidak perlu mengikuti Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT)," kata dokter Musdah.