TEMPO.CO, Jakarta - Stunting adalah kondisi gagal tumbuh sehingga anak memiliki perawakan yang lebih pendek dibanding teman sebayanya. Hal tersebut disebabkan malnutrisi kronik atau penyakit kronik tertentu.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso, mengatakan gerakan makan telur dan ikan setiap hari efektif untuk mengejar target pemerintah menurunkan angka stunting atau kekerdilan menjadi 14 persen pada 2024.
Baca Juga:
"Gerakan makan telur setiap hari, makan ikan setiap hari, itu saya kira efektif kalau mau mengejar target pemerintah supaya bisa tercapai. Jadi harus masif gerakannya, protein hewani pada bayi dan balita," kata Piprim.
"Penelitian yang menyelidiki kenapa anak stunting itu karena ada salah satu kompleks protein yang namanya mTOR. mTOR ini seperti saklar yang menghidupkan aspek pertumbuhan secara linier sehingga anak bertambah panjang, organ tubuh membesar. mTOR ini akan beroperasi kalau asam amino esensialnya cukup," jelas Piprim. "Pada anak-anak stunting itu, ketahuan bahwa mTOR-nya tidak aktif karena asam amino esensialnya kurang kadarnya. Kita tahu asam amino esensial ini ada di protein hewani seperti telur, ikan, unggas, hati ayam. Kalau ikan, yang paling bagus itu ikan kembung."
Menurut Piprim, langkah preventif yang bisa dilakukan untuk menurunkan angka stunting adalah mencukupi kebutuhan protein hewani anak. Sayangnya, tak sedikit orang tua yang masih kurang edukasi terkait hal ini. Mereka banyak yang terlalu fokus memberikan sayur kepada anak, bahkan sejak masih bayi.
"Jangan sampai salah persepsi. Anak sejak bayi dikasih sayur, bukannya sehat malah sembelit kalau kebanyakan serat pada bayi, terutama. Kemudian MPASI justru fokusnya nanti protein hewani," ujar Piprim.
Selain itu, Piprim melihat tak sedikit orang tua yang terlalu banyak memberikan karbohidrat dalam porsi makan anak karena tujuannya hanya agar anak kenyang.
"Contoh di daerah nelayan, orang tuanya menangkap ikan tapi ikannya dijual, lalu dibelikan mi instan. Banyak anak dikasih nasi, lauknya mi, sambal goreng kentang, lalu susunya kental manis, kan enggak ada proteinnya," kata Piprim. "Jadi ini bukan masalah kekurangan (bahan makanan), tapi ketidaktahuan."
Untuk itu, edukasi mengenai pentingnya protein hewani untuk kesehatan, terutama dalam mencegah stunting pada anak, harus terus digencarkan. "Saya optimis kalau gerakan protein hewani ini sudah menyebar luas ke masyarakat dan anak-anak diberi nutrisi yang benar, cukupi pada saat MPASI, Insya Allah anak-anak kita tidak stunting," tegasnya.
Baca juga: BKKBN Sebut Kaitan Pernikahan Dini dan Anak Stunting