TEMPO.CO, Jakarta - Riset yang diterbitkan di jurnal PLOS One pada 2015 mencatat rata-rata 19-79 persen atau delapan dari 10 pelari mengatakan pernah mengalami cedera. Spesialis kedokteran olahraga Antonius Andi Kurniawan menyarankan pelari yang mengalami cedera untuk tidak menunda proses penanganan dan pemulihan sehingga tidak berlanjut serta bisa kembali berkompetisi.
“Ketika kita cari tahu dan diberikan penanganan yang tepat, maka tidak membuang-buang waktu sehingga akhirnya bisa kembali berlari dan berkompetisi,” kata lulusan spesialis kedokteran olahraga Universitas Indonesia (UI) itu.
Baca Juga:
Jurnal Sports Medicine pada 2014 menunjukkan jenis cedera yang paling sering dialami yaitu overuse injury atau cedera berlebihan yang muncul dari akumulasi mikrotrauma dan disebabkan oleh ketegangan berulang. Andi menjelaskan cedera sebelumnya yang tidak tertangani dengan benar merupakan faktor risiko terbesar pada cedera lari. Kebanyakan fenomena, terutama pada pelari bukan atlet, menurut pengamatan Andi cenderung membiarkan cedera sehingga dapat menjadi sakit berlanjut.
“Seorang pelari itu sering banget cedera sebelumnya tapi terus tidak ditangani sehingga akhirnya jadi cedera atau ditahan-tahan karena mau maraton, ikut Berlin Marathon, Chicago Marathon, dan segala macam,” ujar Andi.
Abaikan cedera
Banyak pelari yang cedera sebelumnya merasa khawatir tidak bisa menjalankan latihan menjelang jadwal kompetisi maraton yang semakin dekat sehingga cenderung memaksakan diri untuk berlatih tanpa pedoman.
“Mereka itu selalu berpikiran, ‘Kalau saya tidak lari sekarang, nanti saya larinya tidak personal best di Berlin Marahon,' atau segala macam. Jadi, akhirnya mereka menunda-nunda (penanganan cedera) dan akhirnya menjelang seminggu atau dua minggu tidak tertahankan dan akhirnya sakit. Itu yang sering terjadi,” ujar Andi.
Ketika mengalami cedera, pelari perlu mengetahui proses penanganan pertama, mulai dari melindungi cedera, istirahat selama 2-3 hari pertama, kompres cedera dengan es, balut cedera, serta tinggikan posisi kaki yang cedera. Apabila penanganan pertama tak kunjung memberikan pemulihan, Andi menganjurkan agar segera memeriksakan diri ke dokter untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
“(Penanganan dokter) misalnya krioterapi supaya peradangannya berkurang. Ketika untuk lari sakit, kami kasih latihan sepeda supaya kardionya tetap terjaga tapi risiko cederanya tidak berlebihan. Ada juga latihan kekuatan otot, dikuatkan otot-otot yang lemah supaya dia bisa kembali berlari,” jelasnya.
Sebelum mempersiapkan latihan menuju kompetisi, Andi juga menyarankan agar pelari memastikan dan bertanya kepada diri sendiri apakah benar-benar berada dalam kondisi sehat dan bugar. Menurutnya, kondisi tubuh yang sehat merupakan hal yang paling penting untuk dipastikan terlebih dulu sehingga di kemudian hari pelari bisa mencapai waktu terbaik dalam lari jarak tertentu.
“Yang paling penting kita sehat dulu, baru bisa personal best. Sama juga dengan atlet. Atlet itu yang penting sehat baru dia bisa juara. Kalau tidak sehat, bagaimana mau juara,” katanya.
Baca juga: Saran Dokter buat Pasien Cedera Olahraga: Segera Ditangani