TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog klinis Ratih Ibrahim mengajak kita lebih menyadari bahaya depresi apabila tidak tertangani dengan baik karena berisiko menimbulkan ide dan tindakan bunuh diri.
“Saya mau mengajak kita semua untuk aware dengan apa sebetulnya depresi itu dan bagaimana kemudian sampai kepada bunuh diri,” kata Ketua II Bidang Kemitraan Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia dalam webinar “Major Depressive Disorder with Suicidal Ideation”, Sabtu, 10 September 2022.
Baca Juga:
“Mungkin kalau dilihat secara umum, kita sering dengar kadang-kadang, ‘Aduh, mau mati saja bawaannya.' Terus kita pikir teman kita ini lebay banget. Padahal hati-hati, itu adalah sebuah tanda yang perlu disikapi secara tidak sembarangan,” imbuhnya.
Mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dikeluarkan pada tahun ini, Ratih menyebutkan satu dari delapan orang atau sekitar 970 juta orang di dunia mengalami gangguan mental. Kecemasan dan depresi menjadi gangguan mental yang paling umum.
Data yang ditunjukkan WHO tersebut merupakan jumlah yang tidak main-main. Ia juga menegaskan depresi bisa membunuh secara diam-diam (silent killer) sehingga tidak bisa diremehkan.
“Dalam perjalanan saya sebagai seorang profesional kesehatan jiwa, saya menemukan memang betul-betul depresi ini enggak main-main,” katanya.
Ratih menjelaskan depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan suasana hati yang depresif, kehilangan minat, kepercayaan diri semakin turun, muncul perasaan bersalah terus-menerus, serta aktivitas dan keberfungsian sehari-hari yang terus-menerus terganggu.
“Bila tidak ditangani secara serius memang akan masuk ke major depressive disorder (MDD) dan muncul keinginan untuk bunuh diri,” ujarnya.
Ia mengatakan depresi akan mempengaruhi kesehatan fisik, penurunan performa dan prestasi, penurunan kualitas hubungan dengan teman dan keluarga, penurunan produktivitas, serta penurunan kesempatan berkontribusi dalam masyarakat. Ratih menegaskan usaha promotif serta preventif atau pencegahan sangat penting untuk dilakukan dan digencarkan. Bagi orang yang sehat diharapkan untuk tetap sehat dan bagi yang memiliki gejala diharapkan dapat diminimalkan untuk pulih kembali.
Ia mengingatkan masyarakat terus menyadari pentingnya menjaga lima aspek yang terdiri dari fisik, kognitif, emosi, perilaku, dan sosial sebagai upaya pencegahan depresi. Jika dijabarkan, aspek fisik menganjurkan masyarakat memperhatikan asupan nutrisi dan istirahat yang seimbang, dibarengi olahraga rutin dan aktivitas fisik.
Aspek kognitif berarti menjaga pola pikir tetap berkembang (growth mindset) sehingga dapat berpikir positif dan realistis. Aspek emosi menekankan pentingnya self care atau memberikan diri sendiri ruang untuk mengeluarkan emosi negatif dengan cara yang sehat serta melakukan konseling dengan psikolog klinis dan psikoterapis.
Selain itu, aspek perilaku dapat diwujudkan dengan cara mengumpulkan emosi dan aktivitas positif serta meningkatkan aktivitas intelektual seperti membaca buku dan menonton film beredukasi. Sementara aspek sosial menganjurkan untuk senantiasa berinteraksi sosial, jika dimungkinkan secara tatap muka, serta terhubung dengan keluarga.
“Intinya adalah kita bangun support system untuk kita sendiri dan juga untuk keluarga, teman-teman terdekat, supaya tidak sendirian. Dan dalam ketidaksendirian tersebut depresi bisa dicegah, pikiran sampai dengan perilaku bunuh diri bisa dihindarkan karena semua kehidupan itu bermakna dan berharga,” tegas Ratih.