TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis saraf dr. Pukovisa Prawiroharjo, SpS (K) menjelaskan penyakit Alzheimer bisa disebabkan penyakit hingga riwayat terbentur. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mengatakan ada beberapa faktor risiko penyakit Alzheimer, seperti pernah terbentur keras, genetik atau keturunan, hipertensi, diabetes, dan faktor risiko masalah pembuluh darah lain.
Di sisi lain, penyakit Alzheimer dapat disebabkan kebiasaan buruk saat usia muda, seperti merokok hingga stres. Demikian penjelasan Guru Besar FK UNIKA Atma Jaya, Prof. Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S (K).
“Penyebabnya multifaktor, maksudnya banyak faktor risikonya. Yang penting dicatat sering kali dianggap Alzheimer itu penyakit orang tua. Selalu berpikir faktor usia itu saat sudah tua. Padahal dari beberapa studi sudah jelas apa yang kita lakukan di usia muda atau pada fase awal kehidupan itu menjadi faktor risiko saat usia lanjut,” katanya.
Selain itu, Yuda juga menjelaskan beberapa penyakit vaskular dapat memicu timbulnya Alzheimer. Misalnya hipertensi, diabetes, bahkan obesitas.
“Faktornya beberapa penyakit vaskular, seperti hipertensi, diabetes, obesitas. Physical inactivity juga, maksudnya enggak bergerak, kemudian stres, merokok, termasuk hearing loss juga faktor risiko yang besar untuk terjadinya penurunan kognitif. Alkohol dan cedera kepala juga,” jelasnya.
Faktor risiko cedera kepala juga perlu diperhatikan. Pasalnya, masih banyak pengendara motor yang tidak memperhatikan pentingnya memakai helm.
“Di Indonesia cedera kepala juga menjadi perhatian meskipun saya belum dapat datanya. Tapi kita bisa bayangkan. Kasus cedera kepala pasti cukup tinggi karena banyak kendaraan bermotor, khususnya roda dua, dan budaya helm di anak anak muda ini masih sedikit,” papar Yuda.
Faktor psikis
Di samping itu, ternyata faktor psikis juga dapat memicu Alzheimer. Misalnya merasa tidak dihargai, stres, depresi, bahkan orang yang sering berpikir negatif. Gangguan tidur juga bisa menjadi faktor penyakit Alzheimer. Masalah kesehatan mental seperti merasa sendiri dan tidak dihargai juga bisa meningkatkan risiko Alzheimer, sama halnya seperti pikiran negatif yang kerap mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
"Misalnya anak nilainya bagus mikirnya pasti nyontek, dapat uang mikirnya hasil korupsi. Intinya repetitif negative thinking terhadap diri sendiri dan orang lain itu mempengaruhi,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, Yuda pun mengimbau masyarakat untuk mencegah timbulnya Alzheimer. Misalnya dengan meningkatkan aktivitas sosial seperti olahraga bersama, pengajian, dan lain sebagainya.
"Itu tadi faktor risiko. Ada faktor protektif. Faktor protektif itu orang yang banyak aktivitas sosial, biasanya orang tua pengajian, arisan, olahraga bareng, aktivitas mental, fisik, spiritual. Jadi, artinya perbanyak faktor protektif, hindari faktor risiko,” tuturnya.