TEMPO.CO, Jakarta - Sindrom hidung kosong atau empty nose syndrome tergolong gangguan kesehatan yang langka. Merujuk Cleveland Clinic, orang yang mengalami sindrom hidung kosong merasa tidak bisa menghirup napas penuh melalui hidungnya.
Sensasi udara yang dihirup terasa terlalu dingin atau kering. Terkadang terasa pusing dan produksi lendir berkurang atau kekeringan hidung. Kondisi ini terasa seperti peradangan yang mempengaruhi berkurang daya penciuman (anosmia) dan kehilangan kemampuan perasa (ageusia). Gejala yang dialami setiap orang berlainan.
Penyebab sindrom hidung kosong
Mengutip Medical News Today, tidak ada penyebab langsung atau diagnosis pasti mengenai sindrom hidung kosong. Namun, banyak orang melaporkan gejala yang mirip sindrom itu setelah menjalani operasi saluran hidung, salah satunya turbinektomi.
Turbinektomi jenis pengangkatan sebagian atau seluruh struktur yang menempel di dinding hidung. Pembedahan dilakukan untuk membuat saluran hidung lebih besar dan membuatnya lebih mudah bernapas.
Orang yang menjalani turbinektomi, karena saluran hidung terlalu kecil untuk bisa bernapas secara nyaman. Itu juga memungkinkan orang untuk tidak terlalu bergantung terhadap obat-obatan uintuk membersihkan lubang hidung.
Meski bermanfaat, turbinektomi berisiko menyebabkan sindrom hidung kosong. Sebab, operasi juga rentan mengganggu fungsi reseptor suhu di hidung dan menghilangkan beberapa lendir yang berfungsi mengatur bakteri yang menguntungkan.
Tanpa lendir, hidung mungkin kehilangan bakteri baik. Kecenderungan berbalik rentan mendapat bakteri yang berbahaya. Ketika bakteri berbahaya menjadi dominan akan memperburuk gejala sindrom hidung kosong, dilansir Healthline.
Beberapa spesialis telinga, hidung, tenggorokan atau THT akan mendiagnosis sindrom hidung kosong berdasarkan gejala. Pemeriksaan hidung menggunakan CT scan, menguji aliran udara dan mengevaluasi keseluruhan kesehatan pernapasan hidung.
Baca: Apa Itu Polip Hidung dan Penyebabnya?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.