TEMPO.CO, Jakarta - Semua orang pasti pernah marah akan suatu hal, baik itu hal yang dianggap kecil maupun besar. Perasaan marah seseorang tersebut sering dikaitkan dengan hipertensi atau darah tinggi sebagai efek samping dari marah secara terus-menerus. Lantas, apakah benar marah dapat mempengaruhi kesehatan manusia, khususnya dalam hal tekanan darah yang akan semakin meningkat?
Saat marah, tubuh seseorang akan bereaksi terhadap stres yang sangat berpengaruh terhadap tekanan darah. Sebab, tubuh akan menghasilkan gelombang hormon lebih banyak daripada biasanya ketika seseorang berada dalam kondisi stres yang penuh rasa marah. Hormon-hormon tersebut dapat meningkatkan tekanan darah dengan menyebabkan jantung berdetak lebih cepat dan pembuluh darah pun mengalami penyempitan. Kondisi ini akan sangat rentan untuk seseorang mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Tidak hanya itu saja, hubungan antara marah dan darah tinggi pun banyak diulas oleh beberapa ahli ataupun dokter spesialis. Akibatnya, keyakinan seseorang mengenai marah yang terlalu sering dapat meningkatkan tekanan darah tinggi dapat dibenarkan. Mengutip dari buku Don’t be Angry, Mom: Mendidik Anak tanpa Marah, mengungkapkan bahwa benar ketika seseorang marah dapat memberikan pengaruh pada kesehatan orang tersebut.
Seseorang yang memiliki kebiasaan marah-marah, meskipun itu hanya perihal kecil saja dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Sebab, ketika marah, jantung seseorang dituntut untuk bekerja lebih keras dibandingkan ketika tidak marah. Organ tubuh yang sangat vital ini akan memompa darah menjadi lebih kuat sehingga darah mengalir lebih banyak setiap detiknya daripada ketika tubuh dalam keadaan normal.
Baca: Turunkan Tekanan Darah Tinggi Secara Instan dengan Cara Ini
Selain itu, ketika seseorang marah, pembuluh darah akan kehilangan kelenturan sehingga berubah menjadi kaku dan kencang. Dengan begitu, pembuluh darah tidak dapat lagi mengembang sempurna ketika jantung memompa darah melalui arteri sehingga peredaran darah berlebihan dibandingkan biasanya. Kondisi ketika peredaran darah berlebih seperti ini, lalu ditambah kakunya pembuluh darah dapat menyebabkan tekanan darah seseorang meningkat. Akibatnya, seseorang tersebut mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Di sisi lain, ada pula anggapan yang sudah berkembang menjadi kepercayaan besar bagi mayoritas orang bahwa seseorang dengan diagnosa hipertensi atau tekanan darah tinggi akan lebih mudah marah. Menurut beberapa ahli dan dokter spesialis, anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah.
Mengutip dari PubMed, terdapat beberapa teori pendukung yang mengkorelasikan kebiasaan seseorang mudah marah dengan penderita hipertensi. Berikut adalah teori pendukungnya.
Pengaruh obat hipertensi
Teori pertama datang dari pengaruh obat yang biasa dikonsumsi penderita hipertensi untuk menjaga tekanan darah tetap stabil. Obat milik penderita hipertensi berisiko menimbulkan efek samping yang dapat mempengaruhi suasana hati. Salah satu efek sampingnya adalah seseorang menjadi lebih mudah marah.
Mengutip Hypertension Journal Report, jenis obat yang dapat memengaruhi suasana hati penderita hipertensi adalah obat beta-blocker serta calcium antagonist (mencegah kerusakan fungsi jantung) dan diuretik, khususnya thiazide (mencegah penumpukan cairan).
Sulit mengatur stres dalam pikiran
Para ahli dan dokter menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki tekanan darah tinggi akan sulit mengendalikan stres dalam pikiran. Akibatnya, otak menanggapi kesulitan mengatur stres dalam pikiran ini dengan marah. Kendati demikian, teori pendukung ini masih perlu penelitian lebih lanjut, khususnya mengenai hubungan tanggapan respons oleh penderita hipertensi atau darah tinggi.
RACHEL FARAHDIBA R
Baca juga: 5 Tips Mengendalikan Marah Agar Tak Menjadi Temperamental
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.