TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi di Kanjuruhan, Malang, Itaewon, Korea Selatan, hingga pembatalan festival musik karena melebihi batas aman pengunjung berhubungan erat dengan membludaknya kerumunan di suatu tempat dalam satu waktu. Ketua Ikatan Psikolog Klinis Wilayah DKI Jakarta, Anna Surti Ariani, mengatakan kerumunan massa dapat memunculkan dampak psikologis tertentu pada manusia, termasuk rasa panik. Ia mengatakan kondisi yang penuh sesak dapat mempengaruhi psikologis, salah satunya panik.
"Jadi kepanikan itu sebenarnya bukan menular tapi tempat yang penuh itu menciptakan psikologis sendiri, tempat yang crowded itu memunculkan psikologis tertentu," ujar Anna.
Ia menjelaskan saat berada dalam lokasi yang penuh orang tanpa ruang gerak dan sesak, secara psikologis orang akan merasa lebih terancam. Ketika peristiwa tertentu terjadi, maka orang tersebut akan berlomba mencari tempat teraman. Anna mengatakan salah satu cara agar tidak menimbulkan rasa panik adalah dengan menjauhi kerumunan dan selalu mematuhi protokol keselamatan meski kini banyak kelonggaran.
"Memang rekomendasinya adalah kita menghindari tempat-tempat yang berdesakan. Tapi jangan lupa kalau ke yang lebih ramai, kita harus tahu ke mana harus melangkah agar lebih aman," jelasnya.
Menghindar dan bertahan
Anna mengatakan meledaknya kerumunan di suatu acara lantaran euforia masyarakat terhadap dibukanya kembali berbagai aktivitas luar ruangan seperti festival musik, pertandingan sepakbola, atau perayaan hari spesial. Menurutnya, hadir di sebuah acara yang mengundang banyak orang bukan hal yang dilarang. Yang terpenting adalah tahu batasan kapan harus menghindar dan bertahan di suatu tempat.
"Sudah kangen jadi mulai heboh, memang kita membutuhkan itu untuk bertemu orang karena perjumpaan dengan bertemu langsung beda rasanya. Tapi kalau mau aman prokesnya harus dijalani," ujar Anna.
Baca juga: Bahaya Berdesakan di Kerumunan dan Cara Beri Pertolongan bila Ada Korban