TEMPO.CO, Jakarta - Sindrom patah hati merupakan suatu kondisi melemahnya ventrikel kiri, ruang pemompaan utama jantung. Mengutip Harvard Health Publising, ini biasanya terjadi akibat dari stres emosional atau fisik yang parah, seperti penyakit mendadak, kehilangan orang yang dicintai, kecelakaan serius, atau bencana alam seperti gempa bumi.
Sindrom patah hati biasanya kondisi sementara. Tapi beberapa orang mungkin terus merasa tak enak badan setelah jantungnya sembuh. Mengutip Cleveland Clinic, orang dengan sindrom patah hati mungkin mengalami nyeri dada mendadak atau mengira mereka mengalami serangan jantung. Sindrom patah hati hanya mempengaruhi sebagian dari jantung. Ini secara singkat mengganggu cara jantung memompa darah.
Faktor risiko sindrom patah hati
- Gender, sindrom patah hati lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
- Usia, kebanyakan orang yang mengalami sindrom patah hati berusia lebih dari 50 tahun.
- Kondisi kesehatan jiwa, orang yang memiliki atau mengalami kecemasan atau depresi mungkin memiliki risiko lebih tinggi terkena sindrom patah hati.
Komplikasi sindrom patah hati
Mengutip Mayo Clinic, kebanyakan orang yang mengalami sindrom patah hati dengan cepat pulih dan tidak memiliki efek jangka panjang. Namun terkadang kondisi tersebut terjadi lagi. Ini disebut kardiomiopati takotsubo berulang.
Adapun komplikasi yang bisa terjadi akibat sindrom pata hati, meliputi:
- Ruptur ventrikel kiri (dinding bebas) jantung.
- Penyumbatan aliran darah dari ventrikel kiri.
- Gagal jantung (jantung Anda tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh Anda).
- Bekuan darah di dinding ventrikel kiri.
- Obstruksi saluran keluar ventrikel kiri.
- Syok kardiogenik .
- Blok atrioventrikular lengkap.
- Kematian.
Pencegahan sindrom patah hati
Untuk mencegah episode lain dari sindrom patah hati, banyak penyedia layanan kesehatan merekomendasikan pengobatan jangka panjang dengan beta blocker atau obat-obatan serupa. Obat-obatan ini memblokir efek hormon stres yang berpotensi berbahaya pada jantung.
Memiliki stres kronis dapat meningkatkan risiko sindrom patah hati. Mengambil langkah-langkah untuk mengelola stres emosional dapat meningkatkan kesehatan jantung dan dapat membantu mencegah sindrom patah hati. Beberapa cara untuk mengurangi dan mengelola stres antara lain:
- Melakukan lebih banyak latihan.
- Latih kesadaran.
- Terhubung dengan orang lain untuk mendukung pengobatan dan pencegahan sindrom patah hati.
KAKAK INDRA PURNAMA