TEMPO.CO, Jakarta - Mendonorkan jantung tidak bisa sembarangan dan banyak proses pemeriksaan yang harus dilakukan. Spesialis bedah toraks kardiovaskular RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK), Dudy Arman Hanafy, mengatakan ada syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh pendonor jika ingin menyumbangkan jantungnya.
"Pada dasarnya tidak ada riwayat hipertensi, riwayat sakit jantung seperti serangan jantung, nyeri dada, tidak ada kolesterol, walaupun kolesterol dan darah tinggi itu bisa diobati," ujar Dudy. "Cuma yang dianggap sehat itu adalah yang tidak ada kelainan struktur, kelainan katup, kelainan bocor jantung, dan kelainan seperti penyempitan pembuluh darah."
Ia mengatakan selain memiliki kondisi jantung yang sehat, pendonor juga harus berusia 18 tahun ke atas dan tidak lebih dari 55 tahun. Golongan darah antara pendonor dan pasien juga harus sama, termasuk rhesusnya, baik positif atau negatif. Sebisa mungkin gender antara pendonor dan pasien harus sama, kecuali terdapat kasus khusus yang tidak bisa dihindari.
"Ada banyak faktor sebenarnya kenapa harus laki-laki sama laki-laki dan sebaliknya. Tapi, kalau kepepet boleh saja asal sama golongan darahnya. Kalau golongan darahnya beda enggak bisa dicocok-cocokan, dicoba-coba," paparnya.
Tak selalu berhasil
Meski demikian, tidak semua transplantasi jantung bisa berjalan mulus. Menurut Dudy, ada juga ketidakcocokan jantung antara pasien dan pendonor walau sudah tertanam, bahkan bisa menyebabkan gagal jantung kembali hingga kematian.
Baca Juga:
"Pasien pasti akan kita biopsi, jadi diambil dari jaringan jantungnya yang sudah ditanam, kita ambil sel-selnya, mungkin ada sequence-nya. Awal seminggu sekali lalu berapa bulan sekali. Dari situ kita bisa melihat ada tidaknya penolakan dari sel-sel tersebut," ujarnya. "Kalau stadium awal, bisa kita kasih obat antipenolakan yang dosisnya kita naikan atau tinggi. Tapi kalau sudah stadium akhir harus transplantasi ulang."
Baca juga: Cara Kurangi Faktor Risiko Penyakit Jantung setelah Menopause