TEMPO.CO, Jakarta - Pulmonolog dan spesialis kedokteran respirasi Rr. Diah Handayani mengatakan sesak napas adalah gejala khas pneumonia yang perlu diwaspadai di samping gejala umum seperti batuk dan demam.
“Batuk, demam, atau diiringi dengan flu itu merupakan gejala yang biasa. Kalau pada orang tua dan anak kecil, apabila disertai dengan sesak, ini adalah tanda pneumonia yang sangat khas,” kata dokter dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) itu.
Baca Juga:
Dia mengatakan gejala sesak napas tersebut karena penumpukan cairan di dalam paru-paru. Ketika orang mengalami pneumonia, kantung udara dalam paru-paru (alveoli) dipenuhi cairan yang dihasilkan oleh proses peradangan akibat infeksi kuman, virus, dan jamur.
“Dampaknya adalah cairan ini mengganggu proses pertukaran udara. Kemudian dia bisa menimbulkan rasa sesak karena proses masuknya udara terganggu,” ujar Diah.
Adanya cairan di dalam paru-paru membuat penderita mengalami gejala batuk karena tubuh secara refleks akan berusaha mengeluarkan cairan tersebut. Ia mengatakan dahak yang keluar biasanya berwarna kehijauan, menandakan sel-sel radang yang telah banyak. Namun, jika peradangan masih terjadi di saluran napas atas, biasanya penderita bergejala ringan.
Menurutnya, tanda-tanda pneumonia seringkali sulit dikenali pada lansia, terutama saat orang tersebut sudah tidak bisa mobilisasi mandiri. Pada lansia penderita pneumonia biasanya menunjukkan tanda penurunan nafsu makan serta batuk namun sulit mengeluarkan dahak.
“Tanda-tanda pneumonia yang seperti itu biasanya susah dikenali karena dia berbaring saja sehingga tidak lagi merasa sesak,” tutur Diah.
Untuk menegakkan diagnosis pneumonia, selain mengidentifikasi gejala-gejala, Diah mengatakan biasanya dokter akan merekomendasikan sejumlah pemeriksaan, termasuk laboratorium.
“Salah satunya adalah pemeriksaan leukositosis. Leukosit adalah sel radang, dia akan meningkat pada keadaan pneumonia,” ujarnya.
Ragam pemeriksaan
Menurutnya, pneumonia yang berat bisa mengganggu fungsi ginjal. Oleh sebab itu dibutuhkan pula pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin. Terkait proses peradangan lain, dokter akan memantau dengan prokrastitonin (PCT). Kemudian, apabila dokter mencurigai pneumonia diiringi infeksi jamur, maka pemeriksaan serologi jamur akan dibutuhkan. Selain itu, pemeriksaan lain juga termasuk rontgen toraks dan pemeriksaan kultur untuk mengetahui perkiraan jenis kuman.
“(Setelah pemeriksaan) baru kita obati. Mengobati pneumonia adalah dengan pemberian antibiotik, antivirus, antijamur. Jadi harus disesuaikan dengan patogennya. Patogen ini penyebabnya,” papar Diah.
Dia mengatakan pneumonia merupakan kategori penyakit akut dan bukan penyakit kronis yang menahun atau tidak sembuh-sembuh. Namun, terkadang pneumonia juga bisa terjadi pada orang dengan penyakit kronis kemudian mengalami infeksi sehingga terjadi kondisi yang akut. Diah memastikan pneumonia merupakan penyakit infeksi yang dapat sembuh 100 persen apabila ditangani dengan baik melalui dua langkah penting.
“Yang pertama adalah mengenali sejak dini. Kedua segera memberikan obat antinya. Kalau pneumonia misalnya karena bakteri, diberikan antibiotik. Kalau karena virus, diberikan antivirus sesegera mungkin. Biasanya pemberian bisa 5-7 hari, bahkan dua minggu, dan dia bisa sembuh total,” tegasnya.
Baca juga: Kiat mencegah dan Mengenali Penyebab Paru-Paru Basah