TEMPO Interaktif, Jakarta: "Hisss!" Ular bersisik hitam mengkilat itu mendesis keras saat dikeluarkan dari kotak kaca, meliuk-liukkan badannya sembari mengembangkan lehernya. Begitu ular kobra itu mulai tenang, seorang koki mengayunkan pisau. "Traakk!" Kepala ular itu terpotong dari tubuhnya. Darah yang mengalir segera ditampung dalam mangkuk kecil, ditambah perasan empedu ular yang sama, lantas dicampur dengan arak ramuan tradisional Cina.
Itulah ramuan darah dan empedu ular, salah satu sajian andalan restoran Istana Raja Kobra, selain menu makanan berbahan daging biawak, buaya, bulus, kera, serta kelelawar.
Bagaimana cara meminumnya? Ramuan itu harus segera diteguk sebelum darahnya mengental. Karena itu, pemesannya memang tak punya kesempatan berpikir dua kali. Bau arak fermentasi yang menyengat dari dalam mangkuk dan cairan kental itu rasanya pahit serta panas di tenggorokan.
Minuman ini dipercaya berkhasiat mengobati penyakit dan ramuan araknya berbeda, bergantung pada keluhan pelanggan. "Biasanya pelanggan memesan ini sambil menunggu masakan dibuat," kata Dinaria, Manajer Istana Raja Kobra, di Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan.
Cara penyajian restoran yang biasa dijuluki orang sebagai kuliner ekstrem ini ada lima jenis, yakni abon, goreng, sate, sup, dan bakar. Apa pun cara masaknya, daging piton merupakan menu favorit pengunjung restoran ini, yang sayangnya masih belum diperoleh dari penangkaran. "Orang suka karena daging piton itu lebih tebal ketimbang ular lainnya," kata Dinar.
Piton goreng, misalnya, dagingnya diungkep dan diberi bumbu, lantas dibiarkan dalam waktu lama agar bumbunya meresap. Daging lalu digoreng hingga berwarna kecokelatan tanpa bumbu tambahan dan disajikan empat potong berbentuk melingkar dengan rongga di bagian tengahnya. Porsi ini cukup untuk dua orang.
Dagingnya berserat sehingga bisa disuir dan rasanya mirip empal atau gepuk goreng. Menyantapnya pun tak perlu cara khusus, bahkan sama seperti makan pecel ayam karena bisa disantap dengan nasi dan ditemani sambal khusus menu goreng restoran ini, yakni campuran saus tomat, cabai tumbuk, dan kecap.
Saat menyambangi restoran ini Kamis lalu, Tempo juga mencoba sate buaya, yang rasanya nyaris sama dengan sate ayam, kecuali dagingnya yang sedikit liat. Sate ini diberi saus kacang yang dicampur dengan kunyit, bawang merah, dan bawang putih.
Jahe, bawang merah, dan bawang putih memang mendominasi bumbu masakan Istana Raja Kobra. Menurut Dinar, paduan ketiganya bisa menekan bau amis pada daging reptil.
Sebagai pelengkap, restoran ini menyajikan sup biawak. Sup yang disuguhkan saat masih panas ini memiliki kuah bening berisi daging biawak berwarna putih, yang dipotong agak besar. Rasanya gurih, dengan rasa bawang putih dan merica yang kuat serta dibubuhi irisan bawang merah rebus dan daun seledri. Campuran kaldu ayam dalam membuat kuah membuat rasa daging biawak tak terlalu kuat.
Ada pula sup taiwan. Mau tahu apa isinya? Daging ular direbus dengan jahe dan bawang putih. Sementara itu, sup hong kong dibuat khas masakan Cina, yang menggunakan tepung maizena, sehingga kuahnya kental dengan daging ular dan jamur di dalamnya.
Yang istimewa adalah sup masak korea. Yang satu ini biasanya harus dipesan terlebih dulu karena memasaknya perlu waktu paling sedikit enam jam. Waktu yang lama itu ditujukan agar daging plus kulit ular hancur mencair.
Dinar menceritakan, pelanggan biasanya datang dan memesan ramuan darah dan empedu ular kobra, lalu meminta dagingnya dijadikan sup korea. Mereka datang lagi keesokan harinya untuk menyantap sup itu.
Restoran ini biasanya baru mulai ramai selepas jam kerja kantoran. Pelanggan setianya, kata Dinar, datang demi mencari khasiat pengobatan dari daging ular.
Menurut Dinar, daging ular dipercaya berkhasiat membantu pengobatan berbagai penyakit kulit. "Tapi hanya membantu mengurangi keluhan penyakitnya, lo, bukan menyembuhkan total," ujarnya.
Karena tujuan khusus itu pulalah restoran yang dapurnya penuh dengan ular hidup ini tak terlalu memperhatikan desain interior. Restoran ini memang tak menjual suasana, tapi pengobatan dan sensasi pengalaman menyantap menu-menu ekstrem.
OKTAMANDJAYA WIGUNA