TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis THT di Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada DIY, Anton Sony Wibowo, menjelaskan hiposmia sebagai salah satu gejala COVID-19 yang baru. Ia mengatakan hiposmia merupakan salah satu gejala penurunan kemampuan membau terhadap sesuatu.
"Misal bau amis masih amis atau manis masih manis, hanya saja intensitas baunya berkurang," katanya.
Pasien yang mengalami hiposmia kerap mengeluhkan benda-benda atau sumber bau yang seharusnya tercium dengan kuat namun hanya tercium samar atau tidak jelas, meski jenis bau masih sama. Ia menyebutkan di masa pandemi COVID-19, kemunculan kasus pasien dengan hiposmia cukup banyak. Di luar negeri, ada sekitar 60 persen pasien rawat jalan yang dilaporkan mengeluhkan penurunan kemampuan membau.
"Penelitian saya di RSA UGM tahun 2022, sekitar 50 persen pasien di poli rawat jalan yang mengalami hiposmia," ujarnya.
Infeksi hidung
Hiposmia merupakan gejala yang tidak hanya muncul karena infeksi COVID-19 saja. Gejala ini dapat terjadi akibat infeksi hidung dan sinus, hipertrofi nasal turbinate, maupun infeksi virus lain, bahkan disebabkan cedera pada bagian kepala. Anton mengatakan pengobatan hiposmia berupa pengobatan untuk virus itu sendiri. Selain itu, ditambah terapi suportif lain seperti multivitamin tertentu.
"Yang terpenting adalah mengobati penyakit dasarnya karena hiposmia hanya gejala," jelasnya.
Meski COVID-19 di Indonesia dilaporkan melandai dengan jumlah kasus harian yang terus menurun, Anton mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan. "Kita tidak boleh lengah untuk terus menjaga penularan kasus karena COVID-19 masih ada," imbaunya.
Ia juga meminta masyarakat segera vaksinasi bagi yang belum. Lalu, bagi yang sudah divaksin untuk melakukan vaksinasi booster guna meningkatkan antibodi sehingga risiko penularan COVID-19 dapat ditekan.
Baca juga: Sakit Tenggorokan, Gejala Covid-19 pada yang Sudah Divaksin