TEMPO.CO, Jakarta - Tidak sedikit orang yang baru saja kehilangan atau berhenti dari suatu pekerjaan mengalami post power syndrome atau sindrom pascakekuasaan. Umumnya, kondisi ini dialami oleh orang-orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan yang diikuti oleh menurunkan harga diri. Lantas, bagaimana sindrom ini terjadi?
Melansir rsjd-surakarta.jatengprov.go.id, makna ’power’ dalam istilah post power syndrome bukan merujuk pada arti sebenarnya yaitu kekuasaan atau pekerjaan. Namun, ‘power’ dalam post-power syndrome memiliki kondisi ketika seseorang sebelumnya memiliki banyak kegiatan atau aktif tetapi mendadak hilang. Bagi penderita post-power syndrome, menganggur atau tidak melakukan kegiatan apapun setelah sebelumnya mengalami aktivitas yang padat melahirkan rasa ketidaknyamanan sendiri.
Perubahan yang tidak bisa dia terima itu adalah perubahan yang berkaitan dengan hilangnya aktivitas, hilangnya kekuasaan, hilangnya harta, dan sebagainya. Jika dibiarkan berlarut, penderita post power syndrome akan mengalami gangguan kesehatan, baik fisik maupun psikis.
Baca: Mengenal Post Power Syndrome dan Cara Mengatasinya
Gejala Post Power Syndrome
Dilansir dppkbpmd.bantulkab.go.id, gejala-gejala yang menjadi tanda seseorang mengalami post-power syndrome yaitu kurang bergairah dalam menjalankan aktivitas, mudah tersinggung, menarik diri dari pergaulan, tidak suka mendengarkan pendapat orang lain, mengkritik atau mencela pendapat orang lain serta senang membicarakan dan membanggakan kehebatan/pencapaian di masa lalu.
Dilansir ui.ac.id, Seiring waktu, sindrom ini akan menimbulkan gejala-gejala psikologis lainnnya. Para penderitanya bisa merasa depresi, tidak berguna lagi, dan menjadi pemarah. Selain itu, penyakit-penyakit seperti vertigo dan penyakit lainnya juga dapat kambuh dan muncul.
Sebagian besar penderita post power syndrome adalah pensiunan. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya post power syndrome, setiap orang wajib untuk mempersiapkan diri mengenai kehidupan saat pensiun. Persiapan ini idealnya dilakukan saat rentang usia 25-45 tahun.
Penderita post power syndrome biasanya akan menunjukkan emosi yang negatif. Walaupun demikian, sebaiknya penderita tidak dijauhi atau dihindari. Para penderita ini perlu dibantu untuk beradaptasi dan menerima kondisinya, salah satunya dengan menyibukkan diri dengan hal baru.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca juga: Tak Mudah Mengatasi Post Power Syndrome, Tapi Bisa Lakukan 4 Tips Ini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.