TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah perlu menguatkan kerjasama dalam membuka akses pangan seluas-luasnya demi mencegah stunting. Penanggung Jawab Pelayanan Asuhan Gizi RSPI Sulianti Saroso Jakarta, Farida Agustin, menyatakan penanganan stunting di 2023 harus melihat masih adanya keterbatasan akses pangan di sejumlah daerah.
“Pencegahan stunting tentunya sudah berdampak karena kalau anak sudah stunting otomatis mudah sekali terkena infeksi dan proses penyembuhannya di rumah sakit membutuhkan waktu yang lama,” kata Farida.
Ia menyarankan supaya Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Pertanian atau Kementerian Perdagangan sebab masih banyak masyarakat di daerah lain yang harus menempuh jarak jauh hanya untuk membeli lauk pauk berupa ayam atau ikan. Selama memperluas akses pangan, keterlibatan edukasi pangan lokal menjadi kunci yang penting.
Farida mengaku masih banyak masyarakat yang berpikir jika protein hewani terbaik diberikan melalui salmon. Padahal, zat gizi dalam salmon bisa diganti dengan pemberian satu butir telur yang sudah diakui terbukti membantu tinggi badan anak tumbuh signifikan. Di samping itu, pemberian protein nabati seperti tempe atau tahu juga baik bagi anak. Selebihnya, bisa menambahkan asupan vitamin dan mineral melalui suplemen.
Buah dan sayur
Masyarakat juga bisa memberikan anak banyak buah sebagai alternatif bagi yang tidak menyukai sayuran walaupun dalam anjurannya semua harus diberikan secara seimbang. Di sisi lain, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga harus lebih keras menyuarakan pentingnya kesehatan reproduksi pada remaja.
“Pada dasarnya perlu ada kerja sama untuk menangani stunting. Itu tidak bisa hanya ditangani oleh ibu seorang diri. Perlu ada kerja sama dari pemerintah untuk persiapan dia hamil, kemudian fasilitas kesehatannya,” jelasnya.
Meski demikian, ahli gizi itu menilai jika penanganan stunting yang sedang gencar dilakukan pemerintah dengan menyasar keluarga sejak remaja sudah berada di jalan yang tepat. Penanganan stunting sudah sangat jelas menggambarkan upaya pemerintah dalam memperbaiki asupan gizi masyarakat sejak usia remaja.
Dalam memberikan tablet tambah darah (TTD) bagi siswi di sekolah misalnya. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap asupan zat gizi pada remaja putri sehingga diharapkan dapatmenekan angka anemia yang masih tinggi. Kemudian adanya penekanan terkait pentingnya pemberian protein hewani pada masyarakat juga dinilai sudah tepat karena mensosialisasikan makanan untuk mencegah stunting tidak perlu makanan mahal dan bisa memanfaatkan pangan lokal seperti telur ataupun ikan bawal.
Farida menambahkan target 14 persen di tahun 202, hanya akan bisa dicapai jika semua pihak mau bekerja sama. Ia berharap pemerintah terus meningkatkan kinerjanya, terutama dalam pembangunan akses tadi beserta dengan koreksi gizi secara menyeluruh.
“Targetnya ini bisa teratasi jika kita semua bekerja sama. Dengan demikian, target penurunan stunting dapat dicapai, termasuk Indonesia akan memiliki generasi yang cerdas dan berdaya saing dengan negara lain,” ujarnya.