TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog sekaligus pakar keamanan dan ketahanan kesehatan global Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menyatakan pencabutan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) merupakan momen untuk meningkatkan perlindungan anak dan lansia dari COVID-19.
“Jangan sampai menimbulkan pengabaian atau rasa tidak aman karena status pandemi ini belum dicabut. Apa yang disampaikan WHO ini juga menjadi pengingat terhadap pemerintah Indonesia,” kata Dicky di Profit CNBC Indonesia.
Ia mengingatkan pencabutan PPKM tidak serta merta dapat membuat semua pihak menjadi abai karena jika diabaikan maka sirkulasi perkembangan virus akan membuat karakternya semakin pintar dan mudah menembus antibodi. Dikhawatirkan subvarian baru seperti XBB.1.5 dapat menurunkan efikasi vaksinasi COVID-19 yang sedang digencarkan atau lebih cepat meruntuhkan kadar antibodi.
Dicky menyoroti pengabaian sangat berbahaya bagi dunia, terutama Indonesia. Cakupan vaksinasi booster bagi lansia di Indonesia masih sangat sedikit dan belum bisa menciptakan lingkungan yang aman bagi lansia beraktivitas. Sementara pemberian dosis primer pada anak pun saat ini masih harus terus dikejar karena baru mulai diberikan.
Beri perhatian lebih
Ia menambahkan kelompok rawan tersebut saat ini harus mendapatkan perhatian lebih. Meski angka kematian tidak setinggi varian Delta, ia mencontohkan situasi ICU di Amerika Serikat, sebagian Eropa, dan negara tetangga di Asia banyak dipenuhi lansia. Sementara itu, masih banyak anak yang belum bisa mengakses vaksinasi COVID-19 atau melengkapi dosis sampai kedua.
“Jadi, sekali lagi, saat ini kita tidak membicarakan keparahan atau kematian walaupun semakin menurun dengan modal vaksinasi,” paparnya.
Dicky mengingatkan baik XBB.1.5 maupun long covid akan sangat berbahaya bagi masyarakat. Apalagi, jumlah penduduk di Tanah Air sangat besar sehingga dapat memicu terjadinya potensi penurunan sumber daya manusia. Kemudian, adanya permasalahan selain COVID-19 yang selama pandemi secara tidak terlihat mengalami penambahan kasus. Misalnya, diabetes dan penyakit jantung.
“Kewaspadaan menjadi penting dan selalu saya ingatkan dampak COVID-19 ini bukan hanya di fase akut tapi juga fase kronis atau jangka menengah,” ucapnya.
Ia juga meminta setiap orang tidak membuat julukan baru dari varian COVID-19 yang dapat membingungkan masyarakat sebab hanya Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang memiliki wewenang tersebut.
“Kita perlu menghindari penggunaan kata atau penamaan yang membuat orang panik, seperti kraken atau apapun, karena WHO tidak menambah itu secara resmi. Ini lebih ke bahasa yang digunakan banyak media. Tapi saat ini XBB 1.5 tetap dalam keluarga Omicron,” katanya.
Baca juga: Pakar Sebut Perlunya Vaksinasi COVID-19 pada Balita dan Anak