TEMPO.CO, Jakarta - Semakin banyak masalah yang melibatkan remaja, termasuk seks bebas dan kriminalitas. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, pun mengajak masyarakat ikut menekan kasus remaja dengan gangguan mental emosional.
"Selain angka stunting 24,4 persen di Indonesia, masalah (gangguan mental) ini penting jadi perhatian semua," kata Hasto.
Baca Juga:
Menurutnya, kasus gangguan emosional pada remaja, yang disebut setengah kopling penting jadi perhatian agar bonus demografi Indonesia bisa benar-benar mewujudkan target pencapaian Indonesia Emas pada 2045.
"Kondisi remaja kita itu ada yang setengah kopling, fenomena klithih dan lain lain penting diatasi bersama-sama," ujarnya.
Sulit bertanggung jawab
Hasto menuturkan kondisi remaja dengan gangguan mental emosional ini angkanya 6,9 persen pada 2013 menjadi 9,8 persen pada 2018. Kondisi remaja dengan gangguan mental emosional sulit jika memperoleh tanggung jawab, seenaknya sendiri, dan kerap membolos.
"Di Kulon Progo (DIY) setiap 100 ada empat sampai lima orang yang mengalami hal ini. Kalau diberikan pekerjaan tidak selesai," kata mantan Bupati Kulon Progo ini.
Untuk mencegah lahirnya anak atau remaja dengan gangguan mental, perlu disertai pola pengasuhan yang baik dan pemberian gizi yang cukup serta menghindari pernikahan dini. Ia berharap para remaja tidak berpikir soal pernikahan semata tapi juga berpikir apakah bapak ibunya sehat atau tidak, atau berpikir juga prakonsepsi. Hasto mengaku prihatin dan sedih kala mendapat informasi anak-anak yang hamil di usia muda.
"Saya nangis mengetahui hal begini. Kawin usia muda tidak baik, tidak baik karena panggulnya belum siap, normalnya 10 cm. Bisa saja nanti operasi, tapi bagaimana dengan mereka yang ada di daerah terpencil jauh dari faskes dan tenaga ahli dokter spesialis kandungan," ujar Hasto.
Baca juga: Semakin Banyak Karyawan Alami Gangguan Kesehatan Mental, Ini Pesan Kemenkes