Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pengobatan Ini Diharap Bisa Memutus Rantai Penularan Kusta

Reporter

image-gnews
Seorang pasien penderita kusta duduk di dalam kamar perawatan di pusat rehabilitasi rumah sakit Sintanala, Tangerang, Banten, Selasa (13/2). Badan Kesehatan dunia World Health Organisation (WHO) menyatakaan  Indonesia menduduki peringkat ketiga penyumbang penyakit kusta di Dunia. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Seorang pasien penderita kusta duduk di dalam kamar perawatan di pusat rehabilitasi rumah sakit Sintanala, Tangerang, Banten, Selasa (13/2). Badan Kesehatan dunia World Health Organisation (WHO) menyatakaan Indonesia menduduki peringkat ketiga penyumbang penyakit kusta di Dunia. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Iklan

TEMPO.CO, JakartaKusta merupakan penyakit dengan masa inkubasi yang lama dan proses pengobatan yang panjang tapi tetap bisa diobati dan disembuhkan. Infeksi kusta disebabkan oleh bakteri dan bisa menyerang tangan, kaki, dan mata. Dalam beberapa kasus bisa membuat penderitanya mengalami disabilitas akibat luka yang tidak disadari karena mati rasa, hingga peradangan saraf akut.

Spesialis kulit dan kelamin RSCM, Sri Linuwih SW Menaldi, mengatakan pengobatan melalui Multi Drug Treatment (MDT) dapat membantu memutus rantai penularan penyakit kusta di masyarakat.

“Kusta adalah penyakit pada kulit dan saraf yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium leprae, penyakit menular dengan daya tular yang rendah tapi bisa mengenai usia anak hingga dewasa,” kata Sri.

Kusta sendiri terbagi menjadi dua, yakni tipe Pausibasiler (PB) atau kusta kering dan tipe Multibasiler (MB) atau kusta basah. Kedua tipe ini mempunyai proses pengobatan yang berbeda. Sri menekankan melalui MDT yang sudah tersedia secara gratis di puskesmas tidak hanya bisa memutus rantai penularan tetapi juga mencegah resistensi obat, meningkatkan keteraturan berobat, memperpendek masa pengobatan, hingga mencegah cacat atau cacat berlanjut.

MDT pun terbagi menjadi dua, yakni lini pertama dan kedua. Pada lini pertama, tenaga kesehatan akan menjalankan tata laksana yang sesuai dengan ketetapan Kemenkes yang mengacu pada Badan Kesehatan Dunia (WHO). Penderita akan diberikan kapsul rifampisin, kapsul lunak klofazimin (lampren), dan tablet dapson yang takarannya disesuaikan dengan usia pasien. Namun lini kedua hanya bisa diberikan jika pasien berada dalam kondisi khusus, misalnya punya alergi terhadap salah satu atau lebih rangkaian obat MDT lini pertama.

“MDT lini kedua juga bisa diberikan pada orang yang kebal terhadap obat MDT, mempunyai efek obat yang sulit ditoleransi, juga ibu hamil dan menyusui. Rujukan ke fasilitas kesehatannya yang akan lebih tinggi,” paparnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Syarat pengobatan
Sri melanjutkan pengobatan MDT di lini kedua dilakukan dengan mengganti obat yang bersifat antibakteri dengan dosis dan lama pemberian disesuaikan dengan panduan. Hanya saja, obatnya tidak tersedia secara gratis.

Selain MDT, ada pula obat kemoprofilaksis guna mencegah terjadinya kusta. Tujuannya untuk menurunkan risiko terjadinya penyakit kusta di antara orang-orang yang melakukan kontak erat dengan penderita atau masyarakat. Pemberian kemoprofilaksis juga harus disesuaikan dengan syarat pemberian, yakni obat diberikan pada penduduk yang menetap paling singkat tiga bulan di daerah yang memiliki penderita kusta. Kemudian, usianya sudah lebih dari dua tahun.

Syarat lain adalah tidak sedang dalam terapi rifampisin dalam kurun waktu dua tahun terakhir, tidak sedang dirawat di rumah sakit, tidak memiliki kelainan fungsi ginjal maupun hati, bukan suspek tuberkulosis (TBC), dan bukan suspek kusta atau terdiagnosis kusta.

"Jadi kepada media, tolong sebarkan bahwa kusta dapat diobati dan disembuhkan. Kalau ada yang bilang kusta itu kutukan akibat dosa dan menyebabkan jari putus itu hanya mitos," ucapnya.

Baca juga: Perlunya Deteksi Dini Penyakit Kusta untuk Cegah Kecacatan

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Punya Gejala Mirip Tipus, Kenali Tanda Demam Berdarah Dengue

17 jam lalu

Ilustrasi demam berdarah dengue atau DBD. Pexels/Pavel Danilyuk
Punya Gejala Mirip Tipus, Kenali Tanda Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) memiliki gejala yang hampir sama dengan Typhus. Namun keduanya adalah jenis penyakit yang berbeda


Ketahui Manfaat dan Risiko Terapi Ikan

2 hari lalu

Kolam terapi ikan di Setu Babakan, Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan, dibuka gratis untuk masyarakat mulai Selasa (25/8/2020).(ANTARA/HO-Kominfotik Jakarta Selatan)
Ketahui Manfaat dan Risiko Terapi Ikan

Terapi ikan bisa menghilangkan sel kulit mati, namun dapat berbahaya jika kebersihan kolam tidak terjaga.


Pakar Ingatkan Bahaya Main Ponsel di Toilet

10 hari lalu

Ilustrasi pria menggunakan ponsel di toilet. buzznigeria.com
Pakar Ingatkan Bahaya Main Ponsel di Toilet

Penelitian menyebut kebiasaan main ponsel di toilet tentu saja tidak baik karena membuat tubuh lebih mudah terpapar bakteri dan kuman berbahaya.


Cara Mudah Redakan Radang Gusi di Rumah

12 hari lalu

Ilustrasi dokter memeriksa mulut anak. intermountainhealthcare.org
Cara Mudah Redakan Radang Gusi di Rumah

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan di rumah untuk pengobatan sementara radang gusi. Salah satunya kompres air dingin.


Guru Besar FKUI Minta Waspadai Penyakit Kronis yang Bisa Kumat di Masa Lebaran

12 hari lalu

Ilustrasi Ketupat. shutterstock.com
Guru Besar FKUI Minta Waspadai Penyakit Kronis yang Bisa Kumat di Masa Lebaran

Masyarakat diminta mewaspadai penyakit kronis yang bisa timbul kembali di masa Lebaran karena tidak dikontrol seperti saat berpuasa.


WHO: Virus Hepatitis Sebabkan 3,5 Ribu Orang Meninggal Setiap Hari

14 hari lalu

Ilustrasi hepatitis. Shutterstock
WHO: Virus Hepatitis Sebabkan 3,5 Ribu Orang Meninggal Setiap Hari

Hepatitis B menyebabkan 83 persen kematian dan hepatitis C menyumbang 17 persen di dunia.


Spesialis Paru Ungkap Beda Flu Singapura dan Flu Musiman

19 hari lalu

Sejumlah perawat dengan menggunakan masker melakukan pemeriksaan terhadap LSY (5 tahun) warga negara Singapura suspect flu babi (H1N1) di ruang isolasi RSUD Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Selasa (21/7). ANTARA/Yusnadi Nazar
Spesialis Paru Ungkap Beda Flu Singapura dan Flu Musiman

Dokter paru ungkap perbedaan antara Flu Singapura atau penyakit tangan, mulut, dan kuku dengan flu musiman meski gejala keduanya hampir mirip.


Gejala Flu Singapura dan Cara Mengatasinya

20 hari lalu

Flu Singapura.
Gejala Flu Singapura dan Cara Mengatasinya

Flu Singapura merupakan infeksi yang diakibatkan oleh virus. Penyakit ini sering menjangkiti anak-anak, terutama di bawah 7 tahun.


Awas, Ini Tempat yang Diklaim Paling Berkuman di Kantor

22 hari lalu

Ilustrasi wanita bekerja di kantor. shutterstock.com
Awas, Ini Tempat yang Diklaim Paling Berkuman di Kantor

Beberapa titik bisa menjadi tempat berkumpulnya kuman dan bakteri di kantor sehingga Anda harus selalu menjaga kebersihan diri setelah menyentuhnya.


Jepang Waspadai Lonjakan Kasus Radang Tenggorokan, Berpotensi Pandemi?

25 hari lalu

Pengunjung yang mengenakan masker pelindung berdoa pada hari kerja pertama Tahun Baru 2023 di kuil Kanda Myojin, yang sering dikunjungi oleh para pemuja yang mencari keberuntungan dan bisnis yang makmur, di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Tokyo, Jepang, 4 Januari , 2023. REUTERS/Issei Kato
Jepang Waspadai Lonjakan Kasus Radang Tenggorokan, Berpotensi Pandemi?

Otoritas kesehatan Jepang telah memperingatkan adanya lonjakan infeksi radang tenggorokan yang berpotensi mematikan