TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog dari Universitas Indonesia sekaligus pelatih parenting Irma Gustiana mengatakan anak korban penculikan akan merasakan trauma yang membuatnya merasa cemas dan tidak aman sehingga dapat mengganggu kegiatan sehari-hari, baik di sekolah, di rumah, maupun di tempat lain.
"Trauma itu bisa terlihat secara langsung atau bisa menjadi respons tunda. Jadi, kalau secara langsung itu bisa kita lihat dia menangis, terus kelihatan wajahnya ketakutan, kemudian bengong, dan terlihat bingung, itu adalah bentuk manifestasi dari trauma akibat pengalaman penculikan," jelasnya.
Ia menyarankan ketika anak kembali bertemu orang tua pascapenculikan, hal pertama yang harus dilakukan orang tua adalah mengecek kondisi fisik anak untuk memastikan apakah ada luka atau tanda-tanda lain yang mencurigakan. Kemudian, penuhi kebutuhan makanan dan minumannya serta hindari bertanya mengenai peristiwa penculikan anak atau bahkan menyalahkan.
"Hindari menanyakan kejadiannya seperti apa atau menyalahkan anak. Itu akan menjadi trigger dan membuat anak menjadi merasa bersalah atau semakin ketakutan," katanya.
Mengancam keselamatan jiwa
Sementara itu, psikolog anak dan remaja dari Universitas Indonesia, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, mengatakan anak korban penculikan sangat rawan mengalami trauma mengingat peristiwa tersebut merupakan pengalaman yang dapat mengancam keselamatan jiwa.
"Bisa saja anak mengalami trauma karena penculikan merupakan pengalaman yang membawa perubahan drastis dalam hidup anak dan bisa mengancam jiwanya," kata Vera.
Menurutnya, saat menjadi korban penculikan, anak tentu akan merasa takut, cemas tidak bisa kembali kepada orang tua, dan bingung dengan apa yang dapat ia lakukan untuk menyelamatkan diri. Untuk itu, Vera mengatakan ketika anak korban penculikan kembali kepada orang tuanya maka ia seharusnya diperiksa secara menyeluruh untuk mengetahui pendampingan apa saja yang perlu dilakukan.
"Yang jelas anak butuh pendampingan untuk menghilangkan rasa takut dan mengembalikan kepercayaan pada lingkungan agar dia dapat kembali ke rutinitasnya sebagai anak," ujarnya.
Baca juga: Penculikan Anak, Efek Pola Pengasuhan yang Longgar