TEMPO.CO, Jakarta - Kasus misoginis mencuri perhatian belakangan ini. Hal itu tak lepas dari seorang selebgram, Andrew Tate yang sering kedapatan mengungkapkan kalimat yang mengandung misoginis. Apa sajakah penyebab dari misoginis tersebut?
Sekilas Tentang Misoginis
Melansir dari tempo.co, Tiara Puspita, Psikolog klinis dewasa dari Tiga Generasi, menjelaskan bahwa misoginis memiliki pengertian yang berbeda-beda. Namun secara umum, misoginis pola pikir yang menganggap posisi perempuan di bawah laki-laki dan perbedaan hak yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, misoginis adalah pandangan negatif terhadap perempuan.
"Bahkan, pada kondisi yang lebih ekstrem, bisa berbentuk diskriminasi seksual atau memandang perempuan sebagai obyek seksual," ujarnya.
Perempuan dianggap sebagai obyek seksual dan dinilai hanya dari penampilan fisiknya, serta menganggap wajar jika perempuan mengalami kekerasan atau pelecehan seksual maupun non-seksual. "Diskriminasi hak, misalnya laki-laki mendapat pendidikan lebih tinggi dibanding perempuan, perempuan mendapat gaji lebih rendah dibanding laki-laki, padahal kemampuannya sama, hingga perempuan tidak boleh menjadi pemimpin" tutur Tiara.
Tiara mengatakan pandangan misogynistic atau misoginis sudah berlangsung sangat lama dalam banyak budaya atau kepercayaan.
"Sejak dulu, laki-laki memiliki peran berburu, berperang, melindungi keluarga, dan bekerja. Sedangkan perempuan cenderung mengerjakan pekerjaan rumah, melahirkan, dan mengurus anak” kata Tiara kepada Tempo.
Sejak dulu juga perempuan melakukan tugas-tugas dan aktivitas yang tak jauh dari urusan rumah tangga. Sedangkan pria dianggap sebagai pencari nafkah yang dapat menghidupi seluruh keluarga. “Sehingga kemudian muncul pandangan pria perlu dihormati dan diutamakan,” ujarnya.
Dalam beberapa kepercayaan, Tiara melanjutkan, perempuan sebagai istri memiliki kewajiban untuk menurut dan patuh kepada suami. “Dari pandangan budaya dan kepercayaan itulah akhirnya pandangan misogynistic dianggap hal wajar.”
Karena itu, banyak perempuan yang secara sadar maupun tidak sadar, terinternalisasi akan nilai tersebut dan menampilkan sikap penerimaan atau pasrah. “Menganggap hal tersebut adalah wajar,” ujarnya.
Sejak dini, perempuan banyak ditanamkan pandangan harus bersikap feminin dan mampu mengurus pekerjaan rumah agar kelak mudah mencari pasangan dan dapat menjadi istri yang baik. Selain itu, menurut Tiara, isu keperawanan masih dianggap penting karena, jika perempuan tidak perawan lagi, tidak akan dihargai oleh laki-laki.
Keperawanan adalah tanggung jawab perempuan untuk menjaga dirinya, khususnya karena laki-laki sulit menahan hasrat seksualnya. “Jadi, sebetulnya tidak hanya laki-laki yang mengalami, tapi perempuan juga bisa saja memiliki pandangan misogynistic” kata Tiara.
Penyebab Timbul Misoginis
Mengutip dari laman verywellmind.com, misogini adalah sikap yang berkembang karena pengalaman, didikan, pengaruh sosial, dan norma budaya. Beberapa faktor yang berkontribusi menyebabkan misogini meliputi:
1. Pengalaman
Mengamati perilaku misoginis selama masa kanak-kanak, mendapat manfaat dari keyakinan semacam itu, memiliki panutan misoginis, dan memegang keyakinan lain yang selaras dengan misoginis semuanya dapat berperan.
2. Asuhan
Tumbuh dalam rumah tangga dan terpapar pada bentuk-bentuk misogini seringkali merupakan faktor penting dalam perkembangan sikap seperti itu. Para peneliti juga menunjukkan bahwa paparan masa kanak-kanak terhadap kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan emosional dikaitkan dengan seksisme, misogini, dan kekerasan terhadap perempuan.
3. Faktor budaya
Sikap budaya tentang perempuan juga dapat berperan. Sikap religius, yang mungkin menunjukkan bahwa perempuan lebih rendah, patuh, atau berdosa, dapat menyebabkan penghinaan dan perlakuan buruk.
Disamping itu, bukti menunjukkan bahwa kebencian terhadap wanita dapat berdampak serius pada kesehatan mental dan kesejahteraan. Sebuah studi menemukan bahwa wanita yang mengalami diskriminasi jenis kelamin memiliki:
a. Peningkatan risiko mengembangkan depresi klinis
b. Lebih banyak tekanan psikologis
c. Fungsi mental yang lebih buruk
d. Kesehatan penilaian diri yang lebih buruk
e. Kepuasan hidup lebih rendah
Tidak hanya itu, wanita juga lebih mungkin mengalami sejumlah kondisi kesehatan mental yang berbeda, termasuk kecemasan, depresi, PTSD (post-traumatic stress disorder), dan gangguan makan.
DANAR TRIVASYA FIKRI
Pilihan Editor: Tokoh Misoginis Andrew Tate Ditahan karena Eksploitasi Seks, Rolls-Royce dan BMW-nya Disita
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.