TEMPO.CO, Jakarta - Fusion food adalah konsep yang menggabungkan bahan atau cara masak lebih dari satu budaya. Contoh yang sering ditemui adalah burger rendang, campuran makanan burger Barat dengan isian daging rendang khas Indonesia. Pakar gizi Tan Shot Yen mengingatkan masyakarat perlu selektif mengonsumsi fusion food, terutama soal kandungan nutrisi dalam makanan itu.
"Biasakan memilih masakan yang diolah tradisional tanpa produk kemasan seperti saus, aneka kecap, dan lainnya. Bumbu dapur dan rempah sudah cukup," kata peraih gelar Doktor Ahli Gizi Komunitas dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Tan mengatakan perlunya memperhatikan gizi seimbang di tengah sajian kuliner di Tanah Air yang sangat beragam. Dia mengingatkan masyarakat perlu mengetahui kandungan gizi apa yang ada dalam fusion food dan tidak berlebihan mengonsumsinya.
"Juga batasi lemak jenuh, misalnya dari santan," ujarnya.
Cek kandungan nutrisi
Pemilihan bahan persiapan, produksi, dan penyajian fusion food perlu mempertimbangkan gizi, misalnya makanan yang menggunakan bahan makanan ultraproses tentu memiliki kandungan nutrisi berbeda dibanding yang menggunakan bahan alami.
"Makan ubi kukus atau singkong rebus dicocol sambal ikan roa masih lebih logis ketimbang brownies ubi ungu bersalut krim keju olahan," jelas Tan.
Fusion food menurut Tan sebaiknya tetap mementingkan aspek asal usul dan sejarah bahan pangan yang dikonsumsi dan penyediaan bahan pangan secara berkelanjutan agar tidak menyebabkan penyakit. Ia kembali mengingatkan masyarakat soal Isi Piringku, kampanye untuk mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang. Dalam satu porsi piring makan bisa diisi dengan 50 persen sayur dan buah serta 50 persen lain untuk karbohidrat dan protein. Kampanye Isi Piringku juga menekankan pembatasan gula, garam, dan lemak sehari-hari.
Pilihan Editor: Mengenal Nutrisi Yang Ada Di Dalam Sayuran Lobak, Apa Saja?