TEMPO.CO, Jakarta - Data yang dirilis TomTom Traffic Index menunjukkan kemacetan di Jakarta berada di peringkat 29 dari 389 kota di dunia pada 2022. Sementara pada 2021, Jakarta berada di posisi ke-46. Waktu rata-rata perjalanan 10 kilometer adalah 22 menit 40 detik berdasarkan penghitungan situs tersebut. Waktu tempuh itu meningkat sekitar 2 menit 50 detik dibanding 2021.
Kemacetan lalu lintas dinilai berdampak pada kerugian finansial dari aktivitas bisnis, naiknya konsumsi bahan bakar, dan emisi CO2 saat berkendara, hingga risiko kesehatan fisik dan mental. Psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Poespita Candra, mengatakan orang yang terlalu sering menghadapi kemacetan lalu lintas berisiko mengalami gangguan fisik dan mental.
"Dampak kemacetan adalah fisik dan psikologis. Kelelahan fisik terjadi karena tubuh harus duduk lama menyetir," kata Novi.
Ia mencontohkan orang yang terlalu lama menyetir akan mengalami kelelahan fisik, misalnya pada bagian leher dan punggung. Selain mengalami kelelahan fisik, orang yang sering terjebak kemacetan lalu lintas juga bisa merasakan kelelahan psikis sehingga mempengaruhi kondisi emosi.
Lebih sensitif
Kemacetan lalu lintas bisa memicu orang lebih sensitif dan mudah tersinggung karena melihat situasi yang tidak jelas. Faktor kelelahan membuat sulit fokus, berpikir, dan mengatur emosi serta perilaku.
"Kondisi ini akan mempengaruhi performa keseluruhan. Jika kondisi fisik terganggu maka asupan oksigen kurang karena kurang gerak," jelasnya.
Novi mengingatkan pada pepatah dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat juga. Tubuh yang segar dan bugar akan memiliki cukup asupan oksigen, yang bermanfaat untuk mengelola pikiran, emosi, dan perilaku. Untuk membuat tubuh lebih bugar di tengah tengah rutinitas, penting untuk menjaga kebugaran dengan olahraga, menjaga pola makan sehat, istirahat cukup, dan juga melakukan meditasi.
"Karena itu semua membantu seseorang menstimulasi saraf simpatik yang mampu merelaksasi otot dan tubuh sehingga mampu mengelola dirinya, pikiran, emosi saat kelelahan," ujar Novi.
Pilihan Editor: Risiko Sering Memendam Emosi terhadap Kesehatan Mental