TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah akun di Instagram membagikan video dengan narasi yang menunjukkan Kasat Lantas Polres Malang, AKP Agnis Juwita Manurung, memamerkan berbagai barang mewah yang dinilai tidak sesuai dengan pendapatan polwan berpangkat tiga balok tersebut. Pada unggahan yang beredar di media sosial itu menunjukkan Agnis tengah bergaya menggunakan kacamata bermerek Dior.
Sementara pada foto lain menunjukkan ia menggunakan tas merek Gucci yang diperkirakan seharga Rp 18 juta. Kemudian, pada unggahan itu juga menunjukkan AKP Agnis menenteng tas bermerek diduga seharga Rp 21 juta dan sepatu diperkirakan seharga Rp 19 juta. Ia juga menggunakan tas bermerek Louis Vuitton diduga seharga Rp 30 juta.
Ada juga foto AKP Agnis menggunakan sepeda merek Specialized diduga seharga Rp 52,6 juta. Akibat unggahan yang beredar tersebut, AKP Agnis telah diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur.
Dosen Sosiologi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya, I Wayan Suyadnya, menilai aksi pamer kekayaan atau flexing di media sosial merupakan keinginan orang untuk menunjukkan status sosial kelas atas di masyarakat. Ia mengatakan aktivitas aparatur sipil negara (ASN), termasuk anggota Polri, yang memamerkan kekayaan di media sosial merupakan bentuk pencarian pengakuan status sosial dari masyarakat.
"Saya berpikir apa yang dilakukan oleh individu ASN dan Polri itu karena butuh penghargaan, butuh pengakuan atau eksistensi," kata Wayan.
Butuh pengakuan
Wayan menjelaskan, pengakuan tersebut dibutuhkan oleh individu dari ikatan sosial yang sengaja dibuat atau diciptakan. Pengakuan tersebut bertujuan agar mereka lebih eksis dan tetap menjaga status sebagai masyarakat kelas atas. Menurutnya, selain ingin menunjukkan status sosial kepada masyarakat yang setara, ada juga yang secara sengaja ingin memamerkan kekayaan tersebut kepada kelompok minoritas atau kalangan bawah.
"Ini bertujuan agar mereka tetap diklaim sebagai masyarakat kelas atas. Kemudian, kita juga melihat ada kecenderungan bahwa mereka ingin menunjukkan status sosialnya kepada kalangan kelompok bawah," paparnya.
Namun, sesungguhnya yang menjadi pertanyaan besar adalah barang-barang mewah atau kekayaan yang dipamerkan tersebut apakah diperoleh sesuai dengan kemampuan finansial orang tersebut? Menurutnya, yang menjadi persoalan adalah sumber kekayaan yang memamerkan kekayaan atau flexing tersebut. Para pemimpin sudah meminta para ASN dan Polri untuk tidak pamer kekayaan, khususnya di media sosial.
"Tapi sebenarnya bukan itu persoalannya. Persoalannya adalah dilarang korupsi, itu yang jelas. Jadi bukan berarti boleh korupsi tapi diam-diam saja jangan ditunjukkan kepada masyarakat, akhirnya opini seperti itu," ujarnya.
Pilihan Editor: Waspada Flexing Berujung Penipuan, Amati Tandanya
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.