TEMPO.CO, Jakarta - Setiap orang punya pemahaman cinta yang berlainan. Namun, yang perlu dipahami mengenali perasaan yang sesungguhnya atau hanya obsesi belaka. Mengutip publikasi Delusional Jealousy and Obsessive Love--causes and Forms, jika seseorang berada dalam perasaan cinta, ia akan selalu ingin pasangannya bahagia dan memberikan yang terbaik.
Cinta dan obsesi
Jika hubungan bersumber obsesi berkemungkinan terjebak dalam hubungan yang ingin mengendalikan Mengutip Stylecraze, cinta sebagai emosi yang secara sehat memungkinkan dua orang dalam hubungan untuk tumbuh dalam kehidupan dan menghargai perbedaan.
Sebaliknya, obsesi sentimen tidak sehat yang terjadi ketika orang yang obsesif menghambat pasangannya untuk bertumbuh. Mereka selalu merasa tidak aman dengan pasangannya dan mengalami kecemburuan atau paranoia.
Mengutip buku The Psychology of Passion: A Dualistic Model, obsesif lebih berbahaya dalam suatu hubungan daripada tidak ada gairah atau minat sama sekali. Orang yang terobsesi dalam suatu hubungan kerap cemburu dan posesif. Misalnya, tidak menyukai jika pasangannya bertemu orang lain.
Mengutip Business Insider, psikolog Jonathan Marshall mengatakan, ketika orang jatuh cinta, wajar jika perhatian akan teralihkan kepada satu orang itu. Tapi, jika berkepanjangan hingga membuat seseoraang menjadi terpencil dari berbagai hal yang sebelumnya esensial, itu biasanya pertanda ada sesuatu yang tidak beres. Jika merasa dikendalikan oleh hasrat, bukan sebaliknya, berbagai hal bisa mudah lepas kendali.
Pilihan Editor: Jatuh Cinta dengan Karakter Fiksi, Apa itu Fictophilia?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.