TEMPO.CO, Jakarta - Polusi udara yang buruk terus menjadi sorotan. Spesialis Paru di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Jakarta Timur, Feni Fitriani Taufik, menjelaskan ibu hamil, balita, lansia, dan penderita penyakit paru adalah kelompok yang paling rentan terpapar polusi udara.
Ia menjelaskan pada ibu hamil, polusi udara dapat menyebabkan risiko bayi lahir dengan tinggi dan berat badan kurang, yang akhirnya akan menimbulkan stunting sehingga mempengaruhi pertumbuhan organ-organ tubuh saat dewasa.
“Sedangkan pada anak terjadi gangguan pertumbuhan pada paru, pertumbuhan tubuhnya, bahkan stunting. Kemudian mudah terjadi gejala batuk-batuk dan keluhan asma, dan mulailah terjadi pengerasan pembuluh darah karena sejak kecil bahan-bahan polutan sudah mempengaruhi anak tersebut,” ujarnya.
Karena dari kecil sudah terpengaruh polusi udara, ketika dewasa risiko penyakit jantung dan asma bisa semakin tinggi. Kemudian risiko terjadi stroke usia dini, kanker paru, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dan diabetes. Selain itu, ancaman menurunnya kondisi organ pernapasan seperti paru, demensia atau pikun, gagal jantung, dan stroke.
Sebabkan iritasi
Feni menjelaskan dari segi jenis, polutan terbagi atas gas dan partikel. Gas ada yang bersifat iritasi dan peradangan serta gas yang menyebabkan sesak napas karena kekurangan oksigen, misalnya CO2 dan CO. Sementara partikel yang menyebabkan iritasi, peradangan, bahkan penyebab kanker dan kerusakan pernapasan, yakni Volatile Organic Compound (VOC) dan Particulate Matter (PM) 2.5. PM 2.5 inilah yang diduga menjadi partikel penyebab meningkatnya penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di kota-kota besar, termasuk Jabodetabek.
“Karena sifatnya iritasi, ada keluhan akut baik oleh gas maupun partikel. Itu mata jadi sering berair, hidung tersumbat, sakit tenggorokan, gatal dan batuk-batuk, dan mudah terjadi ISPA,” tuturnya.
Apabila partikel polusi masih berukuran puluhan mikrometer maka masih bisa disaring oleh bulu-bulu hidung. Tetapi apabila ukurannya semakin kecil bisa masuk ke kantong udarayang paling kecil atau alveolus, kemudian masuk ke aliran darah dan berbahaya bagi kesehatan.
Ia menyebutkan orang yang tinggal di wilayah dengan polusi tinggi sistem pertahanan tubuhnya akan menurun. Meskipun sudah sembuh dari penyakit tertentu tidak akan sempurna, bahkan berlanjut ke penyakit kronis lain. Untuk itu ia mengimbau masyarakat agar ikut berperan aktif mengurangi sumber polusi udara dengan tidak membakar sampah dan mulai menggunakan transportasi umum, menerapkan pola hidup bersih dan sehat, serta tidak merokok.
"Para pemangku kebijakan juga agar segera membuat undang-undang dan peraturan terkait pengurangan polusi udara, melakukan koordinasi lintas sektoral bersama akademisi dan profesi untuk memperbaiki kualitas udara," tuturnya.
Pilihan Editor: Dokter Ingatkan Dampak Buruk Polusi Udara bagi Kesehatan Kulit