TEMPO.CO, Jakarta - Ketua ad interim Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia, Novie Amelia Chozie, menekankan bahwa penanganan penyandang hemofilia di Indonesia masih belum optimal. "Hemofilia di Indonesia masih tergolong kurang terdiagnosis (underdiagnosed)," kata dokter spesialis anak kosultan ini dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 17 Juli 2024.
Novie menambahkan biasanya pasien cenderung baru didiagnosis setelah terjadi perdarahan berat, yang tentunya berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi kecacatan bahkan kematian. Saat ini saja, di Indonesia baru sekitar 11 persen yang terdiagnosis memiliki hemofilia. "Banyaknya tantangan dalam hal diagnosis dan tata laksana hemofilia tentunya berdampak terhadap terjadinya komplikasi dan perburukan kualitas hidup pasien," ujar Novie.
Hemofilia adalah suatu kondisi di mana perdarahan sulit berhenti. Pada kondisi yang lebih berat, pasien hemofilia dapat mengalami perdarahan spontan (perdarahan yang terjadi tanpa diketahui penyebab jelasnya) serta perdarahan setelah cedera atau pembedahan. Kebanyakan pasien hemofilia adalah laki-laki. Diperkirakan terdapat sekitar 400 ribu penderita hemofilia di seluruh dunia. Di Indonesia, diperkirakan terdapat 27 ribu pasien hemofilia. Namun, sampai dengan tahun 2021, hanya sekitar 3.000 pasien yang terdiagnosis dan tercatat dalam Annual Report 2021 oleh World Federation of Haemophilia.
Novie melanjutkan salah satu komplikasi berat yang dapat terjadi adalah terbentuknya inhibitor. Inhibitor dapat meningkatkan risiko perdarahan serius serta kelainan sendi yang progresif. Berdasarkan data penelitian inhibitor di Indonesia tahun 2022, prevalensi inhibitor pada pasien hemofilia anak di Indonesia adalah 9,6 persen. "Ini menunjukkan bahwa kita perlu memperbaiki sistem penanganan hemofilia untuk mengurangi risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi serta meningkatkan kualitas hidup pasien, baik untuk pasien hemofilia dengan atau tanpa inhibitor,” kata Novie.
Menurut Novie, hemofilia merupakan kelainan bawaan berupa perdarahan yang terjadi seumur hidup, akibat kekurangan faktor pembekuan dalam darah. Penyakit ini membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat agar pasien dapat memiliki kehidupan yang normal. “HMHI berkomitmen untuk meningkatkan perawatan hemofilia di Indonesia, mulai dari diagnosis dini hingga pengobatan dan rehabilitasi. Bagi kami, sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan serta kapasitas dari para tenaga kesehatan di Indonesia mengenai diagnosis dan dan tatalaksana hemofilia yang komprehensif, serta melibatkan multidisipin," kata Novie.
Pada saat yang sama, Novie dan timnya pun terus mengedukasi masyarakat dan pasien untuk lebih waspada terhadap gejala-gejala hemofilia seperti cenderung mudah mengalami memar di permukaan kulit, perdarahan yang sulit berhenti, terdapat darah pada urin dan feses. "Semakin cepat hemofilia didiagnosis dan ditangani, semakin optimal pengobatan yang dapat diberikan,” kata Novie.
Kongres Nasional Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia yang ke-7/HMHI
Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) menggelar Kongres Nasional (KONAS) ke-7 pada tanggal 13-14 Juli 2024. Sebuah acara 3 tahunan yang menjadi langkah penting dalam upaya meningkatkan tatalaksana hemofilia di Indonesia. Tahun ini KONAS HMHI mengangkat tema “Equitable Access for Improving Diagnosis and Optimal Hemophilia Care and Other Bleeding Disorders in Indonesia”.
Ketua Panitia Kongres Nasional HMHI Elmi Ridar, menjelaskan bahwa fokus pembahasan kongres tahun ini adalah mencapai akses yang setara guna meningkatkan diagnosis dan perawatan optimal bagi pasien hemofilia dan penyakit gangguan perdarahan lainnya. "Kami menyadari bahwa fasilitas penanganan hemofilia di Indonesia, terutama di pelosok, kepulauan, dan daerah terpencil , masih kurang optimal. Hal ini menyebabkan banyak pasien tidak dapat diselamatkan. Di Riau saja, terdapat 142 pasien, yang tersebar di seluruh kabupaten/kota, di mana 50 persennya adalah hemofilia berat. Sayangnya, saat ini di Riau masih belum ada fasilitas pemeriksaan hemofilia inhibitor. Jadi untuk pemeriksaan inhibitor masih harus dikirim ke Jakarta.”
Elmi menambahkan, tata laksana atau pengobatan hemofilia utama mencakup mencegah perdarahan melalui profilaksis untuk pasien hemofilia berat atau dengan indikasi tertentu dan mengatasi perdarahan akut. Penanganan yang sesuai dan komprehensif akan menurunkan frekuensi perdarahan dan risiko komplikasi lainnya. Saat ini pemerintah telah memberikan akses pengobatan hemofilia melalui JKN, walaupun masih dalam jumlah terbatas.
Namun demikian ke depannya kita masih tetap membutuhkan lebih banyak terapi baru dan pengobatan inovatif untuk membantu lebih banyak pasien mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. "Melalui KONAS ini, kami berharap dapat meningkatkan pengetahuan dan kapasitas tenaga kesehatan dalam diagnosis, pengobatan, dan rehabilitasi pasien hemofilia. Di saat yang sama, mengedukasi keluarga di Indonesia untuk lebih waspada terhadap gejala hemofilia, serta mengajarkan para penyandang hemofilia agar terlatih melakukan pengobatan mandiri (self infusion). Untuk HMHI, tentunya meningkatkan peran organisasi dalam mewujudkan cita-cita secara keseluruhan dan berkesinambungan," kata Elmi.
Kongres Nasional HMHI yang ke-7 ini diharapkan juga dapat menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, pasien, industri kesehatan, dan masyarakat umum dalam upaya meningkatkan kesadaran serta pemerataan akses terhadap diagnosis dan pengobatan hemofilia di Indonesia. HMHI percaya bahwa dengan kerja sama yang baik, kita dapat mencapai tujuan bersama untuk diagnosis yang lebih awal dan perawatan yang lebih baik bagi semua pasien hemofilia di Indonesia.
Shinta Caroline, Head of Patient Value Access PT Takeda Indonesia, mengatakan timnya menyadari bahwa hemofilia memberikan dampak yang sangat besar bagi kehidupan pasien dan masyarakat. Takeda menawarkan pengobatan bagi para pasien hemofilia di Indonesia dengan membuka akses seluas-luasnya terhadap obat-obatan inovatif kami. Sejalan dengan tujuan ‘menciptakan kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat dan masa depan yang lebih cerah bagi dunia’. "Kami juga menjalin kemitraan yang kuat dan berkelanjutan dengan para pemangku kepentingan terkait, diantaranya pemerintah, asosiasi medis, organisasi pasien, dan sektor swasta lainnya, untuk bersama-sama meningkatkan tatalaksana penyakit di Indonesia. Salah satunya dengan mendukung terselenggaranya KONAS HMHI ke-7 ini,”Shantie zpzd
Pilihan Editor: Hindari Pendarahan, Ini yang Perlu Diperhatikan Pasien Hemofilia