TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan memberi rekomendasi waktu dan frekuensi ideal pemberian makan bergizi gratis pada ibu hamil dan menyusui, balita, anak usia prasekolah (PAUD) hingga SD, serta usia SMP-SMA. Contohnya untuk ibu hamil dan menyusui sebaiknya diberikan waktu siang dan balita di pagi hari.
“Rekomendasi kelompok kerja perbaikan gizi Kemenkes makan bergizi gratis sebaiknya diberikan pada anak-anak PAUD hingga SD di waktu pagi sedangkan untuk SMP dan SMA di makan siang,” kata Ketua Tim Kerja Standar Kecukupan Gizi dan Mutu Pelayanan Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes, Mahmud Fauzi, dalam diskusi daring, Kamis, 17 Oktober 2024.
Untuk frekuensi pemberian makan bergizi gratis, Kemenkes menyarankan ibu hamil, ibu menyusui, dan balita selama empat kali setiap pekan sedangkan anak sekolah PAUD hingga SMA lima kali per pekan. Sedangkan durasi yang diperlukan untuk makan bergizi gratis bagi ibu hamil yakni selama sembilan bulan, ibu menyusui enam bulan setelah melahirkan, balita selama satu tahun, serta anak usia PAUD hingga SD minimal enam bulan.
“Fungsi makanan bergizi gratis ini mengganti posisi makan siang atau makan pagi. Jadi sekitar 20-25 persen dari kebutuhan kalorinya terpenuhi untuk makan pagi. Kalau makan siang 30-35 persen yang terpenuhi. Untuk bahan pangan sebaiknya diutamakan pangan lokal dan perlu diperhatikan untuk balita usia 6-23 bulan tidak boleh diberikan susu selain ASI, dan diutamakan menggunakan bahan yang terfortifikasi atau sudah mendapatkan tambahan nutrisi,” paparnya.
Menurutnya, masalah gizi ini dapat berdampak antargenerasi yang apabila tidak diselesaikan dalam satu siklus akan berdampak pada siklus berikutnya. “Kalau ibu hamil mengalami kekurangan gizi maka anak yang dilahirkan cenderung kurang gizi sehingga kalau tidak ditangani maka menyebabkan remaja yang juga kekurangan gizi,” ujanya.
Banyak makanan olahan
Ia menekankan fase 1.000 hari pertama kehidupan (janin dan bayi di bawah 2 tahun) adalah periode emas dan penting untuk intervensi gizi yang adekuat. “Pada umumnya pola konsumsi balita dan anak kita kurang mengonsumsi makanan pendamping (MPASI) berprotein hewani sedangkan pola makan anak-anak remaja masih belum baik, 50 persen masih mengonsumsi makanan manis, asin, dan instan,” tuturnya.
Ia juga memaparkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, di mana kecenderungan makanan dan minuman jadi atau makanan olahan terus meningkat dari tahun ke tahun, yakni tiga kali lipat dibanding daging, telur, dan susu; empat kali lipat daripada ikan, dan enam kali lipat dibanding buah dan sayuran.
“Dari kecenderungan pola makan yang masih kurang sehat tersebut maka makan bergizi gratis yang sekarang sasaran utamanya anak-anak sekolah bisa sekaligus memberikan edukasi tentang pola makan sehat,” saran Fauzi.
Pilihan Editor: Pakar Gizi Sebut Adanya Susu dalam Makan Bergizi Gratis Sudah Ketinggalan Zaman