Tak mengherankan jika Sendjaja terlihat bolak-balik ke Bali. "Ada mainan baru di sana," ujarnya sembari tersenyum lebar. Ia belum lama melahirkan dua hotel di bawah payung Tune Hotels.com. Masing-masing di Double Six, Legian, dan Kuta. Konsepnya sama seperti halnya Air Asia. "Low cost hotel," ia menegaskan.
Artinya, kamar hanya menyediakan kebutuhan yang memang benar-benar diperlukan oleh tamu. Mengacu pada Bali, dengan segudang aktivitas wisata, membuat turis hanya membutuhkan tempat tidur yang nyaman. Walhasil, hotel itu mendengungkan slogan tempat tidur bintang lima, aman, bersih, dan power shower. Tarif tertinggi sebesar Rp 300 ribu. Bahkan, bila tanpa menggunakan berbagai peralatan elektronik, bisa-bisa tamu hanya membayar Rp 100 ribu.
Konsep dan hal baru di bisnis hotel ini menjadi daya tarik bagi ayah empat anak ini. Seperti sebelumnya, ketika ia beralih dari dunia rekaman musik ke penerbangan. Apalagi waktu itu, ia menilai porsi bisnis penerbangan memang lebih besar dari bisnis rekaman. Meski jenis usaha itu berbeda, baginya tetap dibarengi unsur yang sama. "Semua usaha itu sama, yang beda produknya sehingga masalahnya berlainan," ujarnya, santai. Karena berlainan itulah Sendjaja menemukan sesuatu tantangan yang menyenangkan. Ada sesuatu yang tidak diketahuinya, sehingga ia bisa belajar banyak.
Pada usia menjelang 55 tahun, ia mengaku termasuk tua saat menjajal sesuatu yang baru. "Namun ini kesempatan, jadi saya coba," ujarnya. Apalagi penyuka busana batik ini menganggap tantangan itulah yang membuatnya bersemangat. Dalam setiap geraknya, dari bisnis rekaman hingga hotel, ia menerapkan prinsip yang sama: jujur, berfokus, dan berpikir untuk pengembangan perusahaan dan menciptakan lingkungan kerja yang produktif. "Jangan hambatan itu muncul dari kita," ia berpesan.
Puluhan tahun bekerja, sudah pasti Sendjaja pun pernah dilanda rasa jenuh. "Tetap ada jenuh, tapi mindset saja yang diubah. Jadi, biarpun ada, hanya sementara, saya menganut prinsip perubahan," ucapnya. Hidup ini penuh perubahan, ia menyebutkan, orang sakit bisa sembuh, tapi orang sembuh bisa sakit. Orang miskin bisa kaya, tapi orang kaya juga bisa miskin. Dengan kondisi inilah daya peran seseorang menjadi kuat.
Selain itu, Sendjaja menganut prinsip padi dan menerapkan konsep ala itik. Hewan air ini, ketika di danau dengan air yang kotor, penuh lumpur, dan banyak pasir, melahap semuanya. Namun akhirnya bagian yang buruk oleh si itik dikeluarkan kembali, sedangkan yang baik ditelan. "Jadi kita ambil dulu semua, nanti kita pilah-pilah, yang baik, ya, diambil, yang buruk, ya, dibuang," ujarnya tenang. Dengan cara seperti itu, ia terus berjalan dengan segala hal baru, meski yang telah ditinggalkan tak pernah ia lupakan.
Untuk dunia rekaman yang diturunkan dari ayahnya dan digeluti selama 25 tahun, penyuka suara Chrisye, Broery Marantika, Rossa, dan Michael Bubble ini memberi kenang-kenangan khusus pada Juli tahun lalu. Ia meluncurkan sebuah buku berjudul Hits Maker Panduan Menjadi Produser Rekaman Jempolan. "Ini sebuah kontribusi balik untuk dunia rekaman," ucapnya. Di masanya, Sendjaja harus belajar sendiri jungkir balik menjadi seorang produser. Tapi, untuk produser muda, ia pun menjabarkan pengalamannya selama puluhan tahun di bisnis rekaman. Sebuah buku yang diharapkannya menjadi sebuah panduan berkarier sebagai produser rekaman. | L RITA NARISWARI
Nama: Sendjaja Widjaja
Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 8 April 1955
Pendidikan:
1968-1974: Seventh Day Adventist, Singapura
1973-1974: South Asia Unio College, Singapura
1975-1979: Willesden College, Inggris
Karier:
1980-1994: Presiden Direktur PT Musica Studio
1997-2001: Presiden Direktur PT Warner Music Indonesia
2001-2004: Presiden Direktur PT Musica Studio
2004-2007: Pendiri dan CEO PT Air Asia Indonesia
2009-sekarang: Country CEO Tune Hotels.com dan Komisaris PT Air Asia Indonesia